Wartain.com || Aktivitas kegempaan di Gunung Gede, Jawa Barat, sempat menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Meski kini tren gempa mulai menurun, masyarakat yang tinggal di sekitar kaki gunung tetap diminta untuk meningkatkan kewaspadaan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam keterangannya usai menghadiri HUT ke-111 Kota Sukabumi pada Kamis (10/4/2025), mengingatkan pentingnya kesadaran kolektif terhadap potensi ancaman bencana vulkanik Gunung Gede.
“Gunung Gede, semua orang harus waspada. Gunung Gede punya sejarah. Dulu, pemindahan ibu kota Priangan ke Cianjur itu karena bencana letusan gunung. Kita harus waspada, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa,” kata Dedi.
Sebagai bentuk antisipasi, sejumlah pemerintah daerah di sekitar kawasan Gunung Gede mulai mengambil langkah preventif. Salah satunya adalah Pemerintah Desa Sudajayagirang, Kecamatan Sukabumi, yang mengeluarkan imbauan resmi kepada seluruh ketua RT/RW untuk mengaktifkan kembali ronda malam.
Kepala Desa Sudajayagirang, Edi Juarsah, menjelaskan bahwa imbauan tersebut dikeluarkan menyusul meningkatnya aktivitas Gunung Gede Pangrango. Melalui surat bernomor HM.02.02/44/IV-Pemdes/2025, seluruh RW diinstruksikan untuk kembali melaksanakan ronda malam sebagai upaya deteksi dini.
“Langkah ini kami ambil sebagai tindakan preventif untuk mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkan. Meskipun belum ada kepastian dari lembaga resmi seperti BMKG atau BPBD, kewaspadaan tetap harus dijaga,” ujar Edi.
Ia mengakui bahwa imbauan ini juga dipicu oleh kekhawatiran masyarakat menyusul maraknya pemberitaan terkait peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Gede.
“Terlepas dari benar atau tidaknya informasi, masyarakat sudah terlanjur resah. Kami tidak bisa memastikan, karena itu wewenang BMKG atau BPBD. Tapi kalau kejadian terjadi tengah malam, ronda malam bisa jadi sistem peringatan awal,” katanya.
Desa Sudajayagirang merupakan salah satu wilayah penyangga di kaki Gunung Gede, yang memiliki potensi terdampak jika terjadi erupsi. Oleh karena itu, berdasarkan koordinasi dengan Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan BPD desa, ronda malam dinilai sebagai langkah logis untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
“Saat ini, tingkat keaktifan ronda malam mencapai sekitar 70 persen. Di desa kami yang terdiri dari 4 dusun dan 11 RW, sistem peringatan masih sederhana, menggunakan kentongan dan peluit sebagai alat alarm tradisional,” ungkap Edi.
Terkait jalur evakuasi, Edi menyebut bahwa pihaknya belum menerima informasi resmi dari BPBD maupun BMKG. Namun demikian, pihak desa terus mendorong warga untuk tetap siap dan waspada.
“Intinya masyarakat harus siap. Mudah-mudahan tidak ada apa-apa, tapi kita tetap siaga,” tegasnya.
Imbauan ronda malam disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk grup WhatsApp yang melibatkan forum RT/RW dan tokoh masyarakat. Selain potensi erupsi, ronda malam juga dimaksudkan untuk mengantisipasi bencana lainnya seperti banjir dan longsor.
“Alhamdulillah, sejauh ini belum ada kejadian yang berkaitan langsung dengan aktivitas gunung. Tapi dari langkah ini ada hikmahnya—masyarakat jadi lebih peduli terhadap lingkungannya,” pungkas Edi.***(RAF)
Editor : Aab Abdul Malik