Wartain.com || Nilai tukar rupiah makin terperosok. Berdasarkan data Bloomberg, Rabu 17/4/2024 pukul 16:00 WIB, rupiah anjlok ke Rp 16.236 per dolar AS, melemah 60,50 poin (0,37 persen). Angka ini terus bergerak.
Pagi tadi, rupiah juga dibuka melemah. Tapi masih di posisi Rp 16.175 per dolar AS atau melemah 327 poin (2,07 persen).
Melemahnya rupiah terhadap dolar AS siang ini merupakan yang terendah sejak Maret 2020. Berdasarkan data Trading Economic, rupiah pernah anjlok ke posisi Rp 16.400 per dolar AS pada 30 Maret 2020.
Saat itu, mata uang Indonesia ini terdepresiasi karena ekonomi global yang melemah seiring adanya wabah COVID-19
Melemahnya rupiah terhadap dolar AS terjadi imbas dari perang di Iran dan Israel. Kondisi ini membuat Timur Tengah dan AS panas, memicu harga komoditas naik.
Dikutip dari Kumparan, Pilarmas Investindo Sekuritas mengatakan dengan terperosoknya rupiah memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dalam negeri. Pelemahan ini akan menurunkan daya saing industri khususnya industri yang memperoleh bahan baku impor,
Di sisi lain pelemahan rupiah juga akan berpotensi menambah kecemasan pihak-pihak lainnya dalam mitigasi risiko terhadap eksposur risiko besar nilai tukar yang berimbas pada perekenomian dalam negeri.
“Terdepresiasinya rupiah sejalan dengan tekanan eksternal, para pelaku pasar keuangan masih ragu terhadap sikap The Fed AS yang akan menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat atau masih mempertahankan suku bunga tersebut,” katanya.
Keraguan tersebut, menurut Pilarmas Investindo Sekuritas, memunculkan sikap pelaku pasar yang kompak untuk menjual asetnya ke dalam bentuk kurs dolar. Sejauh ini, Bank Indonesia menyampaikan akan terus melakukan intervensi demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan melakukan intervensi melalui pasar spot dan dan non-deliverable forward domestic.
Selain itu, Bank Indonesia juga akan meningkatkan daya tarik aset rupiah utk mendorong arus modal masuk. Hal tersebut akan dilakukan melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost.***
Foto: Antara Foto (ilustrasi)
Editor: Raka A. Firmansyah
(Red)