Wartain.com || Keberhasilan Indonesia dalam menekan laju inflasi, mendapat sorotan dari lembaga keuangan internasional. Kebijakan-kebijakan startegis yang diambil pemerintah, membawa negara Indonesia sejajar dengan negara maju. Hal ini membuktikan, tim ekonomi pemerintah Jokowi solid dalam mempertahankan trend positif dalam mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi semua sektor.
Dalam rilisnya, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan, ekonomi Indonesia akan tumbuh stabil di angka 5% pada 2023 dan 2024. Proyeksi ekonomi RI ini jauh lebih baik dibandingkan perkiraan IMF untuk global yang berada di angka 3% pada 2023 dan 2,9% tahun depan.
Seperti yang disampaikan, Penasihat Ekonomi dan Direktur Riset IMF Pierre-Olivier Gourinchas, ada perbedaan penting yang muncul di tataran ekonomi global, sehingga aktivitas di beberapa wilayah jauh di bawah proyeksi sebelum pandemi.
“Perlambatan ini lebih terasa di negara-negara maju dibandingkan negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang,” kata Gourinchas dalam blog-nya dikutip Kamis 12/10/2023.
Di antara negara-negara maju, prospek pertumbuhan AS telah direvisi naik, dengan konsumsi dan investasi yang tangguh, sementara aktivitas kawasan Euro direvisi turun.
Banyak negara emerging market juga terbukti tangguh, kecuali Tiongkok, yang menghadapi tantangan yang semakin besar akibat krisis real estat dan melemahnya kepercayaan diri.
Untuk Indonesia, perkiraan ini tidak berubah dari laporan sebelumnya. Namun, IMF memprediksi tingkat inflasi di dalam negeri bisa mencapai 3,6% (year-on-year/yoy) pada akhir 2023. Namun, laju inflasi diyakini akan melandai 2,5% (yoy) pada tahun depan.
Kebijakan fiskal dan keuangan di Indonesia, membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi RI, sehingga IMF mengambil asumsi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia, sangat bagus.
IMF menilai pertumbuhan ekonomi RI didasarkan pada kebijakan pemerintah yang mempertahankan kebijakan fiskal yang netral, disertai dengan kebijakan pajak dan reformasi administrasi yang moderat, realisasi belanja negara, dan peningkatan belanja modal secara bertahap dalam jangka menengah.
Kebijakan ini sejalan dengan ruang fiskal pemerintah. Di sisi lain, IMF mengatakan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) telah sejalan dengan inflasi yang berada di kisaran target bank sentral dalam jangka menengah
IMF mengingatkan tiga hal penting. Pertama, pemulihan sektor jasa hampir selesai dan kuatnya permintaan telah mendukung perekonomian berorientasi jasa yang kini mulai melemah.
Kedua, kondisi kredit yang lebih ketat membebani pasar perumahan, investasi, dan aktivitas, terlebih lagi di negara-negara dengan tingkat suku bunga hipotek yang dapat disesuaikan lebih tinggi atau di mana rumah tangga kurang bersedia, atau mampu, untuk menabung. Kebangkrutan perusahaan meningkat di beberapa negara, meskipun secara historis berada pada tingkat yang rendah.
Terakhir, IMF mengingatkan inflasi dan aktivitas ekonomi dipengaruhi oleh guncangan harga komoditas pada tahun lalu. Negara-negara yang sangat bergantung pada impor energi Rusia mengalami kenaikan harga energi yang lebih tajam dan perlambatan yang lebih tajam. Kenaikan harga energi berperan besar dalam mendongkrak inflasi inti lebih tinggi. Hal ini terjadi di kawasan Eropa. Akan tetapi imbasnya tidak terlalu signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia.***
* Berbagai sumber
Editor : Aab Abdul Malik
(Ruswandi)