Wartain.com, Jakarta || Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca deflasi China yang menandakan lemahnya ekonomi serta data ketenagakerjaan AS yang masih panas.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp15.610/US$ atau terdepresiasi 0,68%. Pelemahan ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi Jumat 08/12/2023 sebesar 0,03%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada 15.05 WIB naik 0,13% menjadi 104,14. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Jumat 08/12/2023 yang berada di angka 104,01.
Pelemahan rupiah hari ini terjadi pasca melemahnya data ekonomi China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia serta data ketenagakerjaan AS yang masih belum dingin.
Sabtu lalu 09/12/2023, China merilis data Consumer Price Index/CPI maupun Producer Price Index/PPI yang mengalami deflasi.
CPI China terpantau deflasi 0,5% year on year/yoy sementara PPI China juga deflasi 3% yoy pada periode November 2023 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 2,6% yoy.
Kedua data deflasi ini menunjukkan bahwa perekonomian China sedang tidak baik-baik saja dan berpotensi berdampak negatif pada roda perekonomian Indonesia termasuk pasar keuangan domestik yakni rupiah.
Tidak sampai disitu, data pekerjaan selain sektor pertanian AS pada November 2023 mencatat peningkatan sebanyak 199.000 pekerjaan, melampaui penambahan 150.000 pekerjaan pada bulan Oktober dan ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 180.000 pekerjaan.
Data aktual yang berada di atas ekspektasi pasar berdampak pada penguatan indeks dolar AS (DXY) serta imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun yang meningkat. Alhasil tekanan terhadap rupiah pun terjadi.
Lebih lanjut, tingkat pengangguran turun menjadi 3,7%, dibandingkan dengan perkiraan sebesar 3,9%, seiring dengan tingkat partisipasi angkatan kerja yang meningkat menjadi 62,8%.
Menurunnya laju pengangguran AS berpotensi semakin sulitnya inflasi AS untuk dapat ditekan karena cukup banyaknya rakyat AS yang memiliki pekerjaan dan menghasilkan uang.
Ketika inflasi AS sulit untuk ditekan, maka hal ini kekhawatiran pelaku pasar karena ada tendensi bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunganya untuk menekan angka inflasi yang tinggi atau menjauhi target The Fed itu sendiri yakni di angka 2%.
Kendati berbagai sentimen negatif tersebut, data transaksi yang dirilis Bank Indonesia (BI) masih menunjukkan minat asing terhadap pasar keuangan domestik. Hal ini tercatat dari data transaksi pekan lalu 2023 yang masuk khususnya dari Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Berdasarkan data transaksi 4 – 7 Desember 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp4,10 triliun (beli neto Rp1,14 triliun di pasar SBN, jual neto Rp0,84 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp3,81 triliun di SRBI).
Dana asing yang masih konsisten masuk ke domestik setidaknya mampu menahan pelemahan rupiah yang terjadi hari ini.***
Foto : iStock
Editor : Aab Abdul Malik
(Tim)