Wartain.com || Kegiatan lari bertajuk Osteorun 7,5K 2025 di Kota Sukabumi pada Minggu (5/10/2025) berakhir ricuh. Sejumlah peserta meluapkan kekecewaan mereka di area finish Balai Kota Sukabumi setelah mengetahui bahwa medali yang dijanjikan panitia tidak tersedia.
Dalam video yang beredar di media sosial, tampak sejumlah peserta naik ke podium bahkan masuk ke area Balai Kota untuk meminta penjelasan langsung dari panitia. Suasana sempat memanas karena peserta merasa hak mereka tidak dipenuhi.
Salah seorang peserta, Abam (16), warga Kecamatan Cikole, mengatakan sejak awal lomba berlangsung cukup lancar. Namun di tengah rute, situasi mulai kacau karena minimnya petugas pengarah di jalur perlombaan.
“Awalnya sih aman. Tapi pas di pertengahan banyak yang salah jalan karena gak ada yang ngarahin,” ujarnya saat ditemui di depan Balai Kota Sukabumi.
Ia juga menyoroti kurangnya fasilitas pendukung selama acara. Dari rute sepanjang 7,5 kilometer, hanya terdapat dua water station, dan peserta baru mendapatkan minuman ringan setelah mencapai garis akhir.
“Seharusnya ada refreshment sesuai yang dijanjikan. Tapi nyatanya cuma dikasih air mineral dan susu pas udah finish,” keluhnya.
Abam mengaku kecewa dengan penyelenggaraan kegiatan ini. Selain tidak mendapat medali, ia menilai kekisruhan di akhir acara mencoreng semangat olahraga yang seharusnya menjadi tujuan utama.
“Saya sering ikut fun run, tapi baru kali ini sampai ricuh begini. Kecewa sih, harusnya bisa lebih tertib,” tambahnya.
Sementara itu, salah satu pacer yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengungkapkan bahwa kekacauan terjadi akibat lemahnya koordinasi antara panitia internal dan eksternal.
“Tidak ada marshal dan sweeper di jalur lari, padahal itu penting untuk keamanan peserta,” ungkapnya.
Ia juga menyebut, dua peserta dilaporkan kelelahan dan harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
“Benar, ada dua peserta yang dievakuasi ke IGD. Kami sempat ke rumah sakit juga untuk memastikan kondisinya,” katanya.
Menurutnya, banyak pihak yang akhirnya dirugikan, termasuk panitia lapangan. Dengan biaya pendaftaran mencapai Rp165 ribu untuk umum dan Rp65 ribu bagi pelajar, peserta tentu memiliki ekspektasi terhadap profesionalisme penyelenggara.
“Bukan hanya peserta, kami juga jadi korban karena koordinasi panitia utama sangat buruk. Semoga kejadian ini jadi pelajaran agar ke depan semua pihak lebih disiplin dan saling bekerja sama,” tuturnya.
Acara yang diikuti sekitar 498 peserta dari Sukabumi, Bandung, Jakarta, dan daerah lainnya itu kini menjadi sorotan warganet. Banyak yang menyesalkan kurangnya kesiapan panitia dalam menggelar event berskala cukup besar tersebut.***(RAF)
Editor : Aab Abdul Malik
