Wartain.com || Kasus ijazah siswa yang tertahan di sekolah kembali menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Menindaklanjuti hal ini, Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, meminta seluruh kepala sekolah segera menyerahkan ijazah para alumninya yang masih tertahan di sekolah.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat pun merespons cepat dengan mengeluarkan surat edaran pada 23 Januari 2025 yang menginstruksikan percepatan penyerahan ijazah jenjang SMA, SMK, dan SLB tahun ajaran 2023/2024 atau sebelumnya.
Surat edaran tersebut ditujukan kepada seluruh kepala sekolah negeri maupun swasta di Jawa Barat dan menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi sekolah untuk menahan ijazah lulusan.
Kebijakan ini juga diperkuat oleh regulasi yang lebih tinggi, yakni Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024 dan Persesjen Kemdikbudristek Nomor 3 Tahun 2022, yang melarang satuan pendidikan serta dinas pendidikan kabupaten, kota, atau provinsi menahan ijazah dengan alasan apapun.
Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan V Jawa Barat, Lima Faudiamar, menjelaskan mekanisme pengambilan ijazah di Sukabumi, khususnya bagi sekolah negeri dan swasta. Ia menegaskan bahwa ijazah merupakan hak siswa dan tidak boleh ditahan dengan alasan administrasi.
Sejak ia datang di tahun 2023, sekolah negeri di Sukabumi telah menerapkan sistem distribusi ijazah yang lebih mudah. Sekolah awalnya mengumumkan pengambilan ijazah melalui media sosial serta menghubungi alumni. Jika masih ada yang belum mengambil, sekolah akan mengantarkannya langsung ke rumah siswa melalui mekanisme door to door.
“Bagi yang belum mengambil ijazah, silakan ambil gratis tanpa biaya apapun. Bahkan, bagi yang masih memiliki tunggakan SPP pun tetap bisa mengambilnya tanpa dikenakan biaya tambahan,” ujar Lima, Kamis (30/1/2025).
Namun, dalam sistem pengantaran ke rumah, ijazah hanya bisa diterima oleh orang tua atau wali yang sah. Sekolah tidak akan menyerahkan ijazah kepada pihak lain yang tidak berhak.
Sementara itu, di sekolah swasta, kebijakan penahanan ijazah menjadi perbincangan hangat. Lima mengakui bahwa ada dilema terkait dengan hal ini. Di satu sisi, ijazah adalah hak siswa, tetapi di sisi lain, sekolah swasta bergantung pada iuran dari siswa untuk operasionalnya.
“Sekolah swasta harus kita verifikasi dulu. Jangan sampai ada yang memanfaatkan momen ini. Jika memang tidak mampu, bisa dibantu. Tapi kalau yang mampu tetap harus membayar,” katanya.
Dinas Pendidikan akan mendata siswa yang ijazahnya tertahan, lalu memverifikasinya. Nantinya, akan ada kebijakan kompensasi, tetapi tetap harus melalui regulasi yang jelas. Lima menegaskan, pihaknya tidak ingin memberikan bantuan kepada orang yang sebenarnya mampu membayar tetapi sengaja tidak melakukannya.
“Dari data yang saya temukan, hampir 90 persen orang tua yang ijazah anaknya tertahan memang tidak pernah membayar SPP sejak masuk hingga lulus. Saat dipanggil rapat pun mereka tidak datang. Jadi kita perlu duduk bersama mencari solusi, apakah bisa dicicil atau ada kebijakan lain,” jelasnya.
Ia juga memastikan bahwa sekolah tidak berniat menahan ijazah tanpa alasan yang jelas. Namun, sebagai lembaga swasta yang tidak sepenuhnya didanai oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mereka tetap memerlukan dana untuk keberlangsungan operasional.
Lima menegaskan untuk siswa sekolah negeri yang mengalami kesulitan dalam mengambil ijazah, mereka bisa langsung melapor kepada dirinya. Sementara bagi siswa swasta, ia membuka jalur komunikasi dengan kepala sekolah agar dapat dicarikan solusi terbaik.
Saat ini, data jumlah ijazah yang masih tertahan masih dalam proses pendataan. Namun, Lima menyebut jumlahnya berada pada kategori menengah.
Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan sekolah swasta untuk mencari solusi yang tidak merugikan pihak mana pun. “Senin nanti saya akan berdiskusi dengan kepala sekolah swasta untuk mencari solusi terbaik agar tidak ada pihak yang dirugikan,” tutupnya.***(RAF)
Editor : Aab Abdul Malik