Wartain.com || Sudah lebih dari tiga pekan ratusan rumah di Kampung Pangleseran, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi alami krisis air bersih.
Hal tersebut terjadi lantaran mesin pompa air di sumur warga yang merupakan hibah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) rusak akibat tersambar petir beberapa waktu lalu.
Pengelola sumur warga Kampung Pangleseran, Enud (62) mengatakan, sambaran petir diduga menyebabkan korsleting pada sistem kelistrikan di mesin pompa air dan berpotensi harus melakukan pergantian mesin.
“Kurang lebih tiga minggu warga sini (Kampung Pangleseran) susah air, soalnya mesinnya rusak kena petir, jadi di kabel dan listriknya itu rusak (korslet),” kata Enud saat ditemui wartain.com di kediamannya, Senin 6/4/2024.
“Itu kedah digentos (itu harus diganti-red) gabisa dilereskeun (diperbaiki+red) soalnya pusat mesinnya yang kena,” tambahnya.
Sebelumnya pihak pengelola menerapkan tarif sekitar Rp.1.500 per KK dalam seharinya. Uang tersebut dipergunakan untuk biaya listrik, gaji operator, serta lain halnya.
Enud mengatakan dari pertama kali dibangun di tahun 2011 baru kali ini mengalami permasalahan yang serius.
“Biasanya mah masalah paling pipa bocor atau yang kecil-kecil aja, 3-4 hari paling lama dibenerin juga langsung beres. Kalo sekrang mah susah,” tuturnya.
Asep (55) Ketua RT setempat menyebutkan, lebih dari 100 Kepala Keluarga (KK) yang meliputi tujuh RT sangat terdampak akibat kejadian tersebut, bahkan warga harus membeli air untuk kebutuhan sehari-hari.
“Dampaknya gede banget ya, hampir semua warga itu sekarang air harus beli harganya jauh kalo dibandingkan dengan iuran biasa perhari,” ucap Asep.
“Bahkan beberapa warga sampai ada yang membuat sumur bor karena buat antisipasi jangka panjang katanya,” tuturnya.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak terkait dalam hal ini Dirjen Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Citarum PPK Pendayagunaan Air Tanah untuk menanggulangi hal tersebut.
Namun kejelasan terkait anggaran pergantian mesinnya kemungkinan baru bisa turun di bulan juli.
“Kemarin saya dan kawan-kawan sudah coba hubungi pihak terkait, katanya anggarannya kalo gak akhir tahun (2024) itu bulan Juli, tapi kan itu masih lumayan lama dan air jadi kebutuhan yang paling mendesak,” ucapnya.
“Paling untuk solusi sekarang kita harus inisiatif sendiri, angkat mesinnya dan diantar ke Indramayu untuk minta diganti ke mesin baru, itu kan butuh dana, kita mau coba buat rapat dulu sama warga buat pendanaannya,” tambah Asep.
Dzikri, salah satu warga sekitar yang juga terdampak berharap pihak-pihak terkait segera menangani kerusakan mesin pompa air tersebut.
Terlebih dirinya sebagai pelaku usaha budidaya strawberry membutuhkan cukup banyak air untuk merawat tanaman nya.
Selama krisis air dirinya mengaku sangat kerepotan, bahkan terpaksa harus beberapa kali membeli air seharga Rp.60 ribu perharinya.
“Semoga cepat-cepat beres biar air nyala lagi, kita susah untuk nyiram (strawberry) yang biasanya tiap hari paling sekarang dua hari sekali karena kadang beli, atau kadang ngambil dari rumah orang tua dari kampung sebelah, repot,” katanya.
Bahkan dirinya pun berencana untuk membuat sumur bor sendiri hasil swadaya dengan keluarganya karena menunggu perbaikan yang tak kunjung dilakukan.***(RAF)
Foto: Wartain.com/Raka A. Firmansyah