Wartain.com || Pelaku UMKM di Sukabumi dinilai masih menemui beberapa permasalahan dalam keberlangsungannya. Salah satu yang menjadi masalah yakni terkait pendampingan atau assessment.
Hal itu diungkapkan Dosen Pasca Sarjana Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, Dr. Rowlan Takaya dalam acara Focus Grup Discussion (FGD) yang diadakan oleh APMIKIMMDO Sukabumi Raya dan Sinergi Merah Putih 98, di Rumah Makan Uwo, Jalur Lingkar Selatan, Kota Sukabumi, Jumat (17/1/2024).
“Sebenarnya program pemerintah jalan, tapi yang lemah itu bagaimana kita bikin program pemerintah itu dari hulu maupun hilir itu bisa berjalan dengan baik. Apalagi tentang pendampingan atau assessment dari usaha mikro kecil menengah,” kata Rowlan.
“Banyak permasalahan terutama yang jadi utama itu adalah assessment pendampingan. Tadi sudah dikatakan juga bahwa saya menyayangkan dari pimpinan daerah itu jarang sekali untuk melihat permasalahan yang ada di UMKM maupun koperasi yang ada di daerah,” lanjutnya.
Lebih lanjut kata Rowlan, masalah assessment juga berpotensi menimbulkan masalah lain yakni permodalan. Tidak meleknya pemerintah terhadap assessment dapat menyulitkan para pelaku usaha untuk mengajukan proposal keuangan ke bank maupun lembaga keuangan lainnya.
“Kalau ditolak (pengajuan modal) mereka kan ga punya modal kalau ga punya modal bagaimana mau jalan?. Itu yang diberitakan juga sama UPTDnya kepala seksinya pun mengeluhkan hal yang sama karena untuk anggaran itu nol ya bagaimana mau jalan kalau nol anggaran,” tegasnya.
Ia menilai saat ini perkembangan UMKM baik di Sukabumi maupun di wilayah lain pun mengalami penurunan. Hal itu juga dinilai dari permasalahan supply chain yang tidak berjalan dengan baik yang diduga imbas dari kebijakan-kebijakan tertentu.
“Stuck saya katakan terputus. Jadi antar program tidak berjalan, tidak sinkron. tadi dikatakan juga sama UPTD permasalahannya tuh di supply chain dari hulu sampai hilir ga jalan karena ada kebijakan-kebijakan,” ucap Rowlan.
“Kemudian ada peraturan-peraturan yang kebetulan menghambat kemajuan ini bagaimana bisa lancar kan kalaupun tidak ada peraturan menghambat pun tetap akan bermasalah,” tuturnya.
Rowlan mengambil salah satu contoh tentang UMKM yang yang memiliki singgungan langsung dengan petani untuk mengakomodir bahan bakunya. Perkembangan UMKM bisa terhadap karena adanya disparitas atau perbandingan harga antara barang yang dijual di petani dan tengkulak.
“Coba UMKM itu masalah disparitas harga antara petani konsumen direct sama petani melalui tengkulak. kalau begitu salah siapa? Bukan petaninya itu kan policy atau kebijakan. Bukan UMKM nya doang pertanian kan masuk di situ,” tandasnya.
“Industri kan masuk di situ karena keterbatasan lahan dipakai untuk industri. Nah ini yang kita dorong agar tidak terjadi disparitas yang sangat tinggi antara konsumen sama petani yang terus menghambat ke UMKM agar tidak terjadi hal-hal seperti itu,” kata Rowlan.
Rowlan menginginkan jika kedepan para pelaku UMKM tidak hanya bergantung kepada pemerintah. Namun juga bisa bernaung ke beberapa perusahaan melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility).
“Nah ini yang akan jadi concern kita bersama. Selanjutnya saya mendorong agar kegiatan-kegiatan FGD bisa berlanjut bahkan terus tidak berhenti di sini tetapi istilah kami itu diperluas melibatkan stakeholder yang ada kayak perusahaan-perusahaan dengan CSR-nya,” pungkas Rowlan.
Sementara itu Dr. Virna Sulvina yang juga merupakan Dosen Pasca Sarjana Ekonomi di Universitas Trisakti mengungkapkan bahwa saat ini para pelaku UMKM dipaksa untuk berusaha sendiri dalam menjalankan usaha, khususnya dibidang pemasaran dan laporan keuangan.
“Dimana problemnya adalah kesulitan masalah pendanaan yang kedua bagaimana mereka harus survive di bidang pemasaran,” ucap Virna.
“Pemerintah baiknya jangan hanya berslogan, tapi memang mereka juga harus memperhatikan problemnya apa. Salah satunya tadi problem utama adalah masalah kecakapan para pelaku UMKM-UMKM untuk melakukan pelaporan keuangan yang masih kurang,” lanjutnya.
Kedepan lanjut Virna, dibutuhkan inkubator-inkubator yang bisa mendampingi para pelaku UMKM hingga nanti para pelaku usaha itu bisa membuat laporan keuangan sendiri secara sistematis.
Disisi lain Virna juga meminta agar pemerintah bisa melahirkan aturan-aturan yang melindungi para pelaku UMKM. “Khususnya UMKM yang berkaitan dengan sumber daya alam seperti perkebunan, pertanian, yang mana problem mereka salah satunya adalah mereka tidak bisa mengontrol harga pada saat panen itu berlangsung. Itu hanya bisa diakomodir oleh perannya pemerintah supaya dapat mengontrol hal-hal tersebut,” tandasnya.***(RAF)
Editor : Aab Abdul Malik