Wartain.com || Alhamdulillah Mubes dan Reuni Akbar FIB 2025 telah sukses dilaksanakan. Terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya kepada seluruh team panitia yang dikomandani Kang Yuszak, kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, para Ketua Program Studi, pimpinan sidang dan peserta Mubes, serta seluruh civitas academica di lingkungan FIB Unpad atas dukungan dan kebersamaannya.
Saya menerima amanah sebagai ketua IKA SADAYA periode 2025-2029 untuk membawa IKA SADAYA bangun kembali dari tidur lelapnya yang cukup lama. Resurrection, renewal, seperti burung phoenix mungkin mewakili spirit kami saat ini.
Saya menyadari bahwa tidak begitu dikenal banyak pihak di lingkungan FIB dan Universitas, belum banyak yang mengenal Nuning. Saya dari Sastra Jepang angkatan 1992, melanjutkan sekolah di Universitas Indonesia dan di State University of New York at Buffalo.
Ibu dari 3 orang putri, dengan beragam identitas:
– Di dunia professional saya specialist pembuka pasar untuk startup / investasi baru di Indonesia. Market trailblazer, katanya. Pekerjaan utama dari jam 8 sampai jam 6 sore dari Senin sampai Jumat.
– Di pemerintahan saya dikenal sebagai perwakilan Diaspora, specialist di kebijakan keimigrasian dan kewarganegaraan. Sering diminta menjadi narasumber untuk pemerintah.
– Di lingkungan sosial dikenal sebagai Social Entrepeneur, yang mempunyai passion di bidang ketenagakerjaan. Beberapa tahun terakhir menghubungkan demand tenaga kerja yang tinggi di Jawa Tengah dengan kantong-kantong pengangguran di Jawa Barat, meningkatkan pendidikan pekerja dari lulusan SMP ke SMA (alhamdulillah sudah ribuan).
Aktivitas senyap, di bawah radar, tapi terendus oleh CSR magazine yang menganugerahkan CSR Award tahun 2021 lalu dan berkoordinasi dengan team dari Kementrian Tenaga Kerja untuk menjadikan program yang saya lakukan ini menjadi program pemerintah.
Salah satu prestasi monumental saya adalah Dwi Kewarganegaraan Terbatas. Advokasi yang saya lakukan sejak tahun 2000 yang telah mengubah UU Kewarganegaraan pada tahun 2006, dan terus diperbaiki hingga hari ini. Semua perjalanannya tertuang dalam artikel yang saya tulis di Kompas, The Jakarta Post, dalam tesis S2, dan diabadikan dalam sebuah buku oleh Penerbit Buku Kompas tahun 2008. Saat ini bersama pemerintah, saya dan Teh Nia Schumacher (Sejarah 88) menjadi team yang sedang menggodok Overseas Citizenship of Indonesia.
Apakah masih punya waktu untuk mengurus IKA SADAYA?
Insya Allah. Sistem di Diaspora dan kegiatan sosial sudah berjalan, tidak perlu banyak intervensi. Keberhasilan IKA SADAYA dan juga ikatan alumni secara umum tergantung dari team yang mendukung program kerja.
Saya menyadari banyaknya tantangan untuk kepengurusan IKA SADAYA, terutama banyak transisi terjadi di tingkat global dan nasional yang berimbas terhadap kampus dan mahasiswa.
Oleh karena itu, kami harus membangun organisasi dan program kerja yang agile, adaptif, dan relevan yang dapat mewakili aspirasi 6 dekade dan 4 generasi: X, Y, Z, dan A yang tidak mudah.
Namun saya yakin dengan bantuan dan dukungan semua pihak, insya Allah sedikit demi sedikit kami dapat melakukan pemulihan dan pembaruan agar dapat menyediakan fondasi yang cukup kuat bagi IKA SADAYA.
Untuk itu, sebagai langkah kami akan melakukan silaturahmi kepada Ibu Dekan dan jajarannya, kepada sesepuh alumni, kepada pengurus IKA SADAYA sebelumnya, kepada BEM dan pengurus Himpunan untuk mendapatkan masukan sebagai landasan penyusunan program kerja.
Akhir kata, mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan dalam penggunaan kalimat, pemilihan kata, dan juga dalam cara penyampaian. Insya Allah akan terus belajar memperbaiki.***
Foto : Istimewa
Editor : Aab Abdul Malik
(Dul)