26.7 C
Jakarta
Senin, Juli 14, 2025

Latest Posts

Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai Sistem Kesadaran Hidup

Oleh : Dzikri Nur/ Pengamat Sosial Keagamaan

Wartain.com || “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
(QS. Āli ‘Imrān: 110)

Amar ma’ruf nahi munkar bukan sekadar instruksi etika. Ia adalah pilar eksistensial dari sistem kehidupan yang bercahaya—sebuah sistem yang dibangun dari kesadaran ilahiah, bukan dari aturan-aturan duniawi yang kosong dari ruh.

Dalam al-Qur’an, seruan kepada yang ma’ruf dan larangan dari yang munkar selalu disandingkan dengan iman kepada Allah. Mengapa? Karena hanya dari iman yang hidup, seseorang bisa benar-benar mampu melihat yang ma’ruf dan merasakan kebusukan munkar. Ini bukan sekadar soal hukum, ini soal rasa jiwa yang tersambung kepada Tuhan.

1. Ma’ruf: Sistem Kehidupan Berbasis Cahaya

Kata ma’ruf berasal dari akar kata ‘arafa—mengenal. Ma’ruf adalah segala yang dikenali oleh fitrah sebagai pantulan dari nur Ilahi. Maka ma’ruf tidak semata perilaku sopan, tapi mencakup seluruh tatanan hidup yang mengenalkan manusia kepada Tuhan: keadilan, kasih sayang, ilmu, akhlak, bahkan sistem ekonomi dan kepemimpinan yang memberi kehidupan.
Seruan kepada yang ma’ruf berarti menghidupkan tatanan yang menyambung hidup manusia dengan sumbernya: Allah.

2. Munkar: Sistem Gelap yang Menutupi Kesadaran

Munkar bukan hanya dosa personal. Ia adalah segala yang mengingkari cahaya kebenaran—entah itu dalam bentuk kekuasaan zalim, sistem pendidikan yang mematikan ruh, atau budaya yang menumpulkan hati.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim)

Ini bukan sekadar perintah aksi. Ini adalah peta perjalanan spiritual: bahwa kepekaan terhadap munkar adalah tanda kehidupan iman dalam jiwa. Bila hati tidak lagi terusik oleh kejahatan sistemik, berarti cahaya ilahi dalam batin mulai padam.

3. Amar-Nahi sebagai Sistem Sosial-Peradaban

Rasulullah ﷺ tidak sekadar melarang riba, beliau membongkar sistem ekonomi Quraisy dan membangun sistem muamalah yang adil. Beliau tidak hanya menyeru kepada akhlak mulia, tapi membangun masyarakat Madinah yang berpijak pada nilai-nilai ma’ruf secara struktural.

Itulah bentuk hakiki dari amar ma’ruf nahi munkar: bukan seruan kosong, melainkan perjuangan membentuk kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan—baik secara personal, sosial, maupun politik.

4. Jalan Kesadaran: Dari Diri Menuju Dunia

Setiap mukmin sejati adalah penggerak sistem amar ma’ruf nahi munkar. Bukan karena ingin terlihat baik, tapi karena ia hidup dari kesadaran akan Tuhan. Ia tahu bahwa:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. ar-Ra’d: 11)

Maka perubahan itu harus dimulai dari hati yang sadar. Hati yang jujur kepada Allah. Lalu dari situ lahir perkataan, tindakan, dan sistem kehidupan yang membawa manusia kembali ke cahaya-Nya.

5. Kesimpulan: Dari Dakwah ke Arsitektur Ilahi

Amar ma’ruf nahi munkar bukan sekadar aktivitas dakwah. Ia adalah arsitektur spiritual dari sebuah kehidupan yang ingin hidup dalam rida Tuhan. Ia menuntut lebih dari sekadar ceramah: ia menuntut keberanian membongkar sistem kebatilan, dan membangun kembali dunia dengan nilai-nilai langit.

Jika kita ingin menjadi umat terbaik, sebagaimana dijanjikan dalam QS. Āli ‘Imrān ayat 110, maka kita harus menyadari bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah nafas peradaban—dan tanpanya, kita hanya akan jadi umat yang kehilangan arah, meski suara kita lantang di mimbar-mimbar.***

Foto : Ilustrasi

Editor : Aab Abdul Malik

(Dul)

Latest Posts

spot_imgspot_img

Don't Miss

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.