Wartain.com || Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, angkat bicara terkait isu aktivitas tambang yang diduga menjadi saah satu faktor penyebab bencana alam di Sukabumi beberapa waktu lalu.
“Kalau memang ada tiga perusahaan tambang yang terbukti bersalah, maka mereka harus bertanggung jawab untuk memulihkan dampak bencana,” kata Marwan, Kamis (19/12/2024).
Jika menurut aturan yang berlaku, Marwan menyebut, perusahaan tambang wajib melakukan reklamasi setelah melakukan aktivitas penambangan dan menanggung biayanya sendiri.
Marwan menambahkan, meskipun kebijakan terkait amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin penambangan berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Sukabumi tetap memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi terkait potensi tambang.
“Amdal harus melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat, dalam proses pencermatan,” katanya.
Mengenai izin tambang, Marwan menjelaskan bahwa selama menjabat sebagai Bupati, ia tidak mengeluarkan izin tambang secara langsung karena program OSS (Online Single Submission) mengalihkan kewenangan izin ke pemerintah pusat.
“Izin dari pemerintah daerah hanya pada aspek ruang DPTR, sedangkan keputusan utama ada di tangan kementerian. Program OSS itu baik, namun yang sering menjadi masalah adalah percepatan dan pemenuhan syarat dasar sebelum izin diberikan,” paparnya.
“Jadi itu sebenarnya, program OSS itu baik dan tidaknya, tinggal percepatan mungkin. Iya, harusnya begini, ketika izin diberikan OSS, tapi syarat dasarnya dulu dipenuhi, nah ini terkadang lewat. Saya cek tata ruang, di situ sudah diizinkan tidak, tapi izinnya sudah keluar, kasus di Cidahu, Parungkuda, menyalahkan kepada Bupati, padahal kan OSS itu dari pusat,” bebernya.
Kendati demikian, dalam konteks kebencanaan Marwan menyatakan belum melihat klausul yang mewajibkan perusahaan tambang untuk membantu sekalipun para perusahaan memiliki Coorporate Social Responsibility (CSR).
“CSR seharusnya menjadi saluran bagi perusahaan tambang untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana. Itu yang harusnya mereka lakukan,” ujarnya.
Terkait dengan pelaksanaan CSR, Marwan menjelaskan bahwa Surat Tugas untuk CSR sudah dikeluarkan, dan Bappeda Kabupaten Sukabumi berperan dalam berkomunikasi dengan perusahaan tambang untuk memastikan program CSR sesuai dengan kebutuhan daerah.
Sementara, untuk kajian pendalaman hasil Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Marwan menjawab, bahwa meskipun OSS itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun, Amdal dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Iya, maka tim-tim nanti perizinan sudah kita perintahkan, jangankan membawa dampak kebencanaan, yang masih proses ada tambang batu granit itu izinnya OSS, tapi dia tidak melakukan kajian amdal l, akhirnya ditutup sementara untuk melengkapi persyaratannya,” bebernya.
“Kalau secara aturan, bahwa izinnya sudah keluar, tapi kondisi tertentu bisa kita intervensi dalam kebijakan Pemda kita bisa ingatkan, bisa mengeluarkan surat peringatan,” tandasnya.
Sementara ketika disinggung mengenai soal alih fungsi lahan, Marwan menjelaskan, bahwa perubahan fungsi lahan, baik PTPN maupun perum perhutani dan kehutanan itu, telah diatur dalam keputusan Kementerian.
Ia mencontohkan, terkait perizinan perusahaan Pontis di wilayah kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Kecamatan Kadudampit, Marwan mengaku, bahwa pemerintah Kabupaten Sukabumi sudah mencoret dan tidak memberikan izin kepada perusahaan tersebut. Lantaran, sejumlah aktivis lingkungan telah menyatakan, ada penebangan pohon-pohon tertentu yang dimungkinkan merusak zona pemanfaatan hutan taman nasional.
“Namun, karena kebijakannya ada di kementerian, pembangunan jembatan (Kadudampit) pun kita tidak tahu strukturnya, seperti apa. Jadi ada hal mana yang konsekuensi tanggungjawab daerah, dan mana yang tanggungjawab kementerian. Termasuk juga HGU PTPN yang habis, nah itu yang paling sulit,” pungkasnya.***(RAF)
Editor : Aab Abdul Malik