Wartain.com, Jakarta || Ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh lebih baik di kuartal terakhir atau kuartal IV-2023 selama beberapa syarat terpenuhi. Pertumbuhan kuartal IV diharapkan bisa ditopang oleh kenaikan konsumsi selama libur panjang, belanja pemerintah, serta kampanye.
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selama 10 tahun terakhir secara historis, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal IV tumbuh di atas 5% secara year on year/yoy.
Sejak 2013, PDB Indonesia kuartal IV seringkali di atas 5% dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2013 yakni sebesar 5,72% yoy. Pengecualian terjadi pada kuartal IV-2020 di maan ekonomi Indonesia terkontraksi 2,19% saat pandemi menghantam Indonesia.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IIIÂ di bawah level 5% tepatnya hanya tumbuh 4,94%, sedangkan secara kuartalan atau qtq tumbuh 1,60%, dan secara kumulatif atau ctc tumbuh 5,05%. Ini adalah kali pertama sejak kuartal III-2021 atau delapan kuartal terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh di bawah 5%.
Secara nilai, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi atau PDB Indonesia pada kuartal III-2023 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp5.296,0 triliun atau Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2010 mencapai Rp3.124,9 triliun.
Plt Kepala BPS Amalia Adiningrat Widyasanti menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 yang sebesar 4,94% yoy ini lebih rendah dibanding kinerja pertumbuhan pada kuartal II-2023 yang tumbuh 5,17% yoy. Penyebabnya menurut dia karena faktor musiman.
“Ini memang sejalan dengan pola yang biasanya terjadi pada tahun-tahun sebelumnya di mana pertumbuhan kuartal III selalu lebih rendah dari kuartal II kecuali pada 2020 saat terjadi pandemi,” kata Amalia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin 06/11/2023.
Lesunya ekonomi Indonesia juga tercermin dari pelemahan konsumsi masyarakat tumbuh 5,06% yoy pada kuartal III-2023, lebih rendah dibandingkan kuartal II-2023 yang tercatat sebesar 5,22% yoy.
Pelemahan konsumsi masyarakat terutama terjadi pada pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya. Pengeluaran pada kelompok tersebut hanya tumbuh 3,59% pada Juli-September 2023, jauh di bawah periode April-Juni yang tercatat 7,02%.
Penurunan pertumbuhan juga terjadi untuk kesehatan dan pendidikan, serta restoran dan hotel.
Realisasi belanja negara sampai dengan kuartal III-2023 mencapai Rp1.967,9 triliun (64,3% dari pagu APBN), terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat yang mencapai Rp1.396,9 triliun (62,2% dari pagu APBN) atau tumbuh 2,6% yoy dan Transfer ke Daerah mencapai Rp571,0 triliun atau 70,1% dari pagu APBN.
Realisasi belanja tersebut ditujukan untuk belanja yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat melalui program perlindungan sosial (PKH, Sembako, PIP, KIP Kuliah, Bantuan Ternak, subsidi dan kompensasi energi, subsidi perumahan), dukungan bagi petani dan UMKM, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan mendukung pelaksanaan agenda pembangunan seperti penurunan stunting, penghapusan kemiskinan ekstrem, penguatan SDM, dukungan pelaksanaan Pemilu, pembangunan IKN, dan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN).
Kendati realisasi belanja negara tumbuh, namun pengeluaran konsumsi pemerintah terkontraksi 3,76% yoy pada kuartal III-2023 dan memberikan dampak negatif sebesar -0.3 pcp terhadap pertumbuhan PDB secara keseluruhan. Konsumsi kolektif juga melemah 3,56% yoy serta konsumsi individu yang berada di zona negatif 4,04% yoy.
Melihat lebih dekat dinamika sektoral, terlihat jelas bahwa kemunduran yang paling menonjol terjadi pada sektor tersier, meliputi transportasi, pergudangan, dan perdagangan. Sektor-sektor tersebut mengalami pelemahan menyusul lonjakan pada musim perayaan kuartal II-2023.***
Foto : Anugrah Dwi
Editor : Aab Abdul Malik
(M. Nabil)