Wartian.com || Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memperingatkan ada ancaman bencana hidrometeorologi yang mengintai wilayah Jawa tengah.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Antisipasi Bencana Hidrometeorologi yang dipimpin Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin, (27/01/2025)
Dalam rapat itu, Dwikorita memperingatkan potensi cuaca ekstrem yang akan melanda wilayah Jawa Tengah dalam beberapa hari mendatang. Sebelumnya, Dwikorita bersama tim BMKG telah mengunjungi wilayah ini untuk meninjau langsung kondisi di lapangan dan memberikan arahan mengenai langkah mitigasi bencana.
Untuk itu, dia menegaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah daerah menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga Februari 2025.
“Sebagian besar wilayah Jawa Tengah akan mengalami puncak musim hujan hingga Februari. Namun, puncak musim hujan ini tidak serempak, terjadi bertahap mulai November, Desember 2024, Januari 2025, hingga Februari 2025. Hal ini membuat potensi bencana, seperti yang terjadi di Pekalongan, masih bisa terjadi. Oleh karena itu, langkah antisipasi terus kami tingkatkan,” katanya dalam keterangan di situs resmi, Rabu (29/1/2025).
“Intensitas curah hujan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh kombinasi aktif beberapa fenomena atmosfer global, seperti La Nina lemah, Monsun Asia, Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang ekuatorial Kelvin dan Rossby,” jelasnya.
Ditambah fenomena astronomis, seperti fase bulan baru, yang menciptakan potensi peningkatan curah hujan, angin kencang, hingga gelombang tinggi di wilayah pesisir.
Selain itu, terangnya, kelembapan udara yang sangat basah serta aktivitas konvektif lokal turut memicu pembentukan awan hujan yang menjulang tinggi.
“Semua faktor ini menjadi pemicu utama peningkatan risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, banjir rob, dan angin kencang di sejumlah wilayah Jawa Tengah,” ujarnya.
“Curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat akan terjadi di berbagai wilayah, terutama di kawasan rawan bencana seperti Pekalongan, Batang, dan Boyolali,” ungkapnya.
Dia memperingatkan, ada potensi ancaman tanah longsor dan banjir bandang yang mengintai wilayah-wilayah tersebut, sehingga harus menjadi perhatian utama.
“Kabupaten Boyolali, misalnya, berada dalam kondisi kritis karena keberadaan jalur sungai di lereng Gunung Merbabu yang sangat rentan terhadap bencana hidrometeorologi,” bebernya.
“BMKG juga mengidentifikasi potensi banjir rob yang dapat melanda kawasan pesisir utara dan selatan Jawa Tengah. Dalam rapat koordinasi tersebut, Dwikorita menekankan bahwa upaya mitigasi bencana harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, TNI, Polri, hingga masyarakat,” papar Dwikorita.
Respons Pemda Jawa Tengah
Menanggapi hal itu, Penjabat Gubernur Nana Sudjana mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengambil langkah-langkah antisipasi, termasuk memetakan jalur evakuasi, memastikan kesiapan drainase di kawasan rawan longsor, dan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat desa.
“Masyarakat juga diimbau untuk memantau informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG, seperti website, aplikasi InfoBMKG, dan media sosial,” katanya.
Peringatan Dini BMKG
Dwikorita menyampaikan peringatan dini terkait kondisi cuaca ekstrem yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi di Jawa Tengah.
BMKG memprediksi curah hujan kategori menengah hingga sangat tinggi (>500 mm) di sebagian besar wilayah Jawa Tengah.
“Peringatan dini curah hujan tinggi telah dikeluarkan untuk beberapa daerah, seperti Pemalang, Batang, dan Jepara,” ujarnya.
“Selain itu, potensi banjir rob di pesisir utara diperkirakan terjadi pada 31 Januari 2025. Selain curah hujan, gelombang laut dengan kategori sedang (1,25-2,5 meter) di Laut Jawa dan Samudra Hindia juga diperkirakan dapat mengganggu aktivitas pelayaran dan perikanan,” sebutnya.
Dwikorita mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap tanda-tanda awal bencana.
Seperti retakan tanah, rembesan air dari lereng, atau pohon yang tiba-tiba miring.
“Jika tanda-tanda ini terdeteksi, masyarakat diimbau segera meninggalkan lokasi rawan dan melapor kepada pihak berwenang,” katanya.
“Masyarakat yang berada di pesisir diminta untuk menghindari aktivitas di dekat pantai saat terjadi pasang tinggi atau gelombang besar,” tambah Dwikorita.
Dia berharap, dengan kolaborasi dan koordinasi antara BMKG, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat meminimalkan dampak bencana yang mungkin terjadi.
“Kita semua harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan masyarakat. Informasi yang kami sampaikan bukan hanya untuk meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga untuk membantu masyarakat mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi bencana,” pungkas Dwikorita.***
Foto : wartain.com/Aab
Editor : Aab Abdul Malik
(Dul)