Wartain.com || Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sukabumi menggelar Seminar Fiqih Lingkungan di Aula Pertemuan Geopark Information Centre Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, pada Sabtu, 15 Februari 2025.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Dr. Drs. K.H. E. S Mubarok., M.Sc., M.M., M.Pd Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Sukabumi, pengurus NU se-Wilayah I, pegiat kebudayaan, Forkopimcam, serta Dinas Lingkungan Hidup. Seminar ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Bahtsul Masail yang sebelumnya telah membahas isu lingkungan dalam perspektif hukum Islam.
Mengangkat tema “Konsep Pengelolaan Lingkungan dalam Sudut Pandang Syariat”, seminar ini menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan praktisi lingkungan. Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi PKB, Hasim Adnan, serta Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana dan Hamzah Gurnita, turut hadir dalam acara ini, menunjukkan dukungan mereka terhadap isu pengelolaan lingkungan berbasis nilai-nilai Islam dan kearifan lokal.
Dalam keterangannta Dr. Drs. K.H. E. S Mubarok., M.Sc., M.M., M.Pd Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Sukabumi menyoroti pentingnya memahami hukum Islam dalam mengelola lingkungan. Ia mengingatkan bahwa segala bentuk eksploitasi yang tidak berkeadilan, termasuk dalam industri perkebunan dan kehutanan, perlu dikaji secara mendalam dalam konteks keagamaan.
“Kita tidak boleh hanya membenarkan kepentingan pengusaha tanpa melihat dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan. Setiap kebijakan harus berdasarkan prinsip keadilan dan keberpihakan terhadap rakyat,” ujarnya.
KH. Mubarok juga menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah. Ia mengutip ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa manusia diberi amanah untuk memakmurkan bumi dengan cara yang bertanggung jawab.
Sementara itu, Ketua LBM PCNU Kabupaten Sukabumi, Syihabuddin Ma’mun, menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan merupakan bagian dari maqashidusy syariah atau tujuan utama syariat Islam.
“Kita sering berbicara tentang ibadah, tetapi lupa bahwa menjaga lingkungan juga bagian dari amanah agama. Fiqhul Bii’ah (Fiqih Lingkungan) harus menjadi perhatian bersama,” tegasnya.
Akademisi Pepep DW menambahkan bahwa kesadaran manusia terhadap keterhubungan dengan alam masih rendah, sehingga banyak terjadi eksploitasi yang merusak lingkungan.
Adapun praktisi lingkungan Rahmat Kurnia memperkenalkan Konsep Patanjala, yakni dokumen kebijakan negara yang berakar dari kearifan lokal Nusantara dalam tata kelola lingkungan hidup.
Menurutnya, konsep ini dapat menjadi solusi alternatif dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
“Jika kita ingin mencari solusi, tidak perlu jauh-jauh. Kita sudah memiliki kearifan lokal yang bisa diterapkan. Konsep Patanjala adalah warisan leluhur yang dapat menjadi acuan dalam menjaga keseimbangan alam,” ungkapnya.
Seminar ini menghasilkan beberapa poin rekomendasi penting:
• NU mendorong pemerintah untuk mengelola lingkungan secara berkeadilan, dengan tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat sekitar.
• Konsep Patanjala sebagai solusi alternatif dalam pengelolaan lingkungan hidup berbasis kearifan lokal.
• NU mengajak para da’i untuk mendakwahkan Fiqhul Bii’ah dalam aktivitas dakwah mereka, sehingga kesadaran lingkungan menjadi bagian dari ajaran Islam yang lebih luas.
Dengan adanya seminar ini, diharapkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan semakin meningkat di kalangan masyarakat, khususnya dalam perspektif syariat Islam.***
Foto : Istimewa
Editor : Aab Abdul Malik
(Intan)