26.7 C
Jakarta
Selasa, Mei 20, 2025

Latest Posts

Lima Tahun Kekeringan, Petani di Desa Padabeunghar Menanti Kehadiran Air Kehidupan

Wartain.com || Sudah lima tahun lamanya para petani di Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, hidup dalam ketidakpastian. Harapan panen yang dulu menjadi rutinitas kini berubah menjadi penantian panjang. Lahan seluas 50 hektare di Kedusunan Leuwipendeuy dan Kedusunan Padabeunghar dibiarkan terlantar, hanya ditumbuhi rumput dan semak belukar.

Penyebab utamanya kerusakan parah pada saluran Irigasi Jentreng, yang menjadi sumber utama pengairan lahan pertanian. Irigasi yang membentang sepanjang 500 meter dan memiliki tinggi lima meter itu rusak berat akibat banjir bandang Sungai Cimandiri yang melanda lima tahun lalu. Sejak saat itu, pasokan air ke sawah-sawah warga pun terputus total.

“Sudah tidak ada yang bisa dikerjakan. Tidak ada air, sawah tidak bisa ditanam. Kami hanya bisa pasrah,” ujar Asep Kamho (52), tokoh masyarakat yang kini dipercaya memimpin panitia perbaikan irigasi, Senin (19/5/2025). Ia menyebutkan, selain merusak irigasi, banjir bandang juga menyeret dua hektare lahan milik warga, memperparah penderitaan petani.

Kini, bersama kelompok tani dan warga, Asep mencoba menghimpun kekuatan. Musyawarah digelar, panitia dibentuk. Namun keterbatasan dana menjadi tembok tinggi yang belum terpecahkan. Estimasi biaya pembangunan kembali irigasi mencapai Rp2,5 miliar—jumlah yang jauh dari jangkauan kemampuan swadaya masyarakat.

Sunarto (49), petani dari Kampung Padabeunghar, hanya bisa mengandalkan air hujan. Di atas lahan 1.600 meter persegi miliknya, ia biasanya bisa memanen hingga 1 ton padi per musim. Tapi kini, hasilnya nihil. “Kalau normal, bisa tanam tiga kali setahun. Sekarang, satu kali saja belum tentu. Kerugian bisa sampai Rp4,5 juta per musim,” keluhnya.

Beberapa kali kelompok tani berinisiatif memperbaiki irigasi dengan peralatan seadanya—menggunakan drum, bambu, dan bahan bekas. Tapi kondisi geografis yang rawan longsor dan cuaca ekstrem membuat perbaikan itu tak bertahan lama.

Kepala Desa Padabeunghar, Ence Rohendi, mengakui bahwa kerusakan irigasi terjadi jauh sebelum ia menjabat. Namun dampaknya terus dirasakan hingga kini. “Bukan hanya untuk sawah. Irigasi ini juga digunakan untuk kolam ikan dan kebutuhan sehari-hari di dua kedusunan. Warga empat kampung sangat tergantung pada saluran ini,” ujarnya.

Sebagian besar lahan kini beralih fungsi. Tanaman yang lebih tahan kekeringan seperti jagung, ubi, dan cabai menjadi pilihan, meskipun nilai ekonominya tak sebanding dengan padi.

Pemerintah desa telah mengajukan permohonan bantuan ke berbagai pihak, termasuk pemerintah kabupaten dan provinsi. Namun karena Sungai Cimandiri berada di bawah kewenangan PSDA Provinsi Jawa Barat, penanganan pun belum menunjukkan progres berarti.

“Kami sudah survei, ajukan proposal, bentuk panitia. Tapi sampai hari ini belum ada kejelasan. Harapan kami, ada perhatian dari provinsi atau pusat. Warga hanya ingin bisa menanam kembali. Yang kami butuhkan hanya satu: air,” tegas Ence.

Di tengah keterbatasan dan kondisi tanah yang terus tergerus arus sungai, warga Desa Padabeunghar masih menjaga harapan. Bahwa suatu hari nanti, air akan kembali mengalir ke lahan mereka. Bahwa kehidupan di tanah pertanian yang lama terabaikan akan bangkit kembali.***(RAF)

Editor : Aab Abdul Malik

Latest Posts

spot_imgspot_img

Don't Miss

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.