Wartain.com || Mata uang Asia terpantau mayoritas menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca bank sentral AS (The Fed) terlihat semakin dovish ke depannya.
Dilansir dari Refinitiv pada penutupan perdagangan Rabu (17/6/2024), mata uang Asia hampir semuanya mengalami kenaikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Yen Jepang menguat 1,38% dan di posisi kedua ditempati oleh rupiah Indonesia yang naik sebesar 0,49%.
Namun sedikit berbeda dengan rupee India yang justru turun tipis 0,07%.
Berbeda dengan hari ini (18/7/2024) pukul 12:09 WIB, mata uang Asia cenderung mengalami pelemahan di tengah indeks dolar AS (DXY) yang mengalami penguatan tipis setelah anjlok cukup tajam beberapa hari terakhir.
Rupiah Indonesia ambles sebesar 0,35% dan memimpin pelemahan mata uang di Asia. Kemudian di posisi kedua yakni won Korea Selatan yang terdepresiasi sebesar 0,21%.
Sedikit berbeda dengan peso Filipina dan yuan China yang masing-masing menguat sebesar 0,09% dan 0,05%.
DXY terpantau ambruk sebesar 0,5% ke angka 103,75 pada penutupan kemarin. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 20 Maret 2024 atau sekitar empat bulan terakhir.
The Fed terpantau semakin melunak atau dengan kata lain bersikap dovish setelah data-data ekonomi AS menunjukkan pelandaian.
Inflasi (CPI) AS tercatat melandai dari 3,3% year on year/yoy pada Mei menjadi 3% yoy pada Juni.
Data laju pengangguran pun mengalami kenaikan dari 4% menjadi 4,1%.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi AS saat ini semakin mendingin.
Ketua The Fed, Jerome Powell pada Senin mengatakan tiga pembacaan inflasi AS selama kuartal kedua tahun ini “menambah keyakinan” bahwa laju kenaikan harga kembali ke target The Fed secara berkelanjutan, pernyataan yang menunjukkan peralihan ke penurunan suku bunga mungkin tidak akan lama lagi.
“Pada kuartal kedua, sebenarnya, kami berhasil mencapai beberapa kemajuan” dalam mengendalikan inflasi, kata Powell pada sebuah acara di Economic Club of Washington. “Kami memiliki tiga pembacaan yang lebih baik, dan jika Anda menghitung rata-ratanya, itu adalah hasil yang cukup bagus.”
Lebih lanjut, Gubernur Fed Christopher Waller dan Presiden Fed New York John Williams sama-sama mencatat semakin pendeknyacakrawala menuju kebijakan moneter yang lebih longgar.
Selain itu, Presiden Fed Richmond Thomas Barkin merasa “sangat gembira” bahwa penurunan inflasi mulai meluas. “Saya ingin melihat hal ini berlanjut,” katanya kepada kelompok bisnis di Maryland.
Sementara survei dari CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa first cut rate diekspektasikan terjadi pada September dengan besar 25 basis poin (bps).
Ketika The Fed benar-benar memangkas suku bunganya, maka DXY berpotensi kembali merosot dan tekanan terhadap mata uang lainnya akan semakin minim.***
Foto : Istimewa
Editor : Aab Abdul Malik
(Redaksi)