Wartain.com || Sejumlah massa yang mengatasnamakan mahasiswa dan masyarakat sipil melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Kamis (20/3/2025). Aksi para demonstran dilatar belakangi oleh pengesahan Undang-Undang TNI oleh DPR RI.
Para demonstran memulai aksinya pada pukul 15.00 WIB diawali dengan melakukan long march dari Kampus UMMI menuju gedung DPRD. Massa aksi juga membawa sejumlah spanduk yang berisi tentang tuntutan mereka.
Aksi sempat memanas saat para demonstran berusaha merangsek masuk ke gedung DPRD yang di jaga ketat pihak kepolisian, aksi saling dorong pun tak dapat terhindarkan. Mereka juga melakukan aksi bakar ban sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang telah disahkan.
Sejak Mei 2024, DPR mulai menggulirkan rencana revisi UU TNI dan UU Polri, yang kemudian diperkuat dengan wacana revisi UU Kejaksaan pada Februari 2025. Puncaknya, pada Maret 2025, revisi ini semakin didorong untuk disahkan tanpa transparansi yang memadai dan minim partisipasi publik.
“Alih-alih memperkuat demokrasi dan supremasi hukum, revisi ini justru membuka jalan bagi kesewenang-wenangan aparat, memperluas kewenangan institusi keamanan tanpa mekanisme kontrol yang jelas, serta mengancam kebebasan sipil dan hak asasi manusia. Ini adalah langkah mundur besar bagi reformasi yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun,” ujar salah satu mahasiswa dalam orasinya.
Selain itu para demonstran juga menolak segala bentuk revisi yang akan memperbesar kekuasaan institusi keamanan dan aparat penegak hukum tanpa mekanisme kontrol yang tegas. “Jangan biarkan revisi ini menjadi alat untuk melegitimasi kesewenang-wenangan dan menindas rakyat,” ucapnya.
Seorang akademisi Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Yana Fajar, turut hadir dalam aksi ini. Menurutnya, mahasiswa khawatir pengesahan UU TNI akan mendominasi militer yang mulai memasuki ranah sipil.
“Ini yang mereka khawatirkan, situasi seperti Orde Baru kembali terjadi,” kata Yana di lokasi.
Terkait undang-undang yang sudah disahkan, Yana menegaskan bahwa aturan tersebut bukan sesuatu yang tak bisa diubah.
“Undang-undang itu bukan Al-Qur’an. DPRD ini adalah perwakilan partai yang ikut mengetuk palu di sana. Mereka harus melihat fenomena yang terjadi di daerah,” tegasnya.***(RAF)
Editor : Aab Abdul Malik