Wartain.com, Jakarta || Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, sejumlah wilayah di Indonesia bakal berstatus waspada kekeringan sampai dengan November mendatang.
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Fachri Rajab mengatakan, hujan bulanan di Indonesia masih dipengaruhi oleh fenomena El Nino. Ia memprediksi fenomena ‘pengering’ hujan ini bakal bertahan hingga akhir tahun 2023, bahkan sampai awal 2024.
“Prediksi hujan bulanan, Indonesia masih dipengaruhi El Nino. September, Oktober, masih akan terjadi sampai Desember bahkan sampai awal 2024. Tapi harapannya masuk musim hujan dampaknya (polusi udara-red) berkurang,” kata Fachri di Jakarta, Senin 28/08/2023.
“Artinya sampai November waspada kekeringan, Desember udah beda, waspada banjir,” ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, fenomena El Nino diprediksi berpeluang berlangsung hingga Februari 2024, dan memicu kenaikan suhu melebihi rekor El Nino kuat terakhir pada awal 2016.
Merujuk laporan terbaru dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), ada kemungkinan lebih dari 95 persen El Nino bakal berlangsung hingga Februari 2024, disertai dengan dampak iklim yang luas.
“El Nino diperkirakan akan terus berlanjut selama musim dingin di belahan bumi utara,” tulis NOAA dalam laman resminya belum lama ini.
Sejak awal Juni, Fenomena El Nino mulai menyapa Bumi. El Nino merupakan peristiwa peningkatan suhu lautan, yang biasanya terjadi setiap dua hingga tujuh tahun di Pasifik tengah dan timur, yang menyebabkan kenaikan suhu udara di seluruh dunia.
Para ilmuwan mengukur suhu permukaan laut di Samudera Pasifik tropis bagian timur-tengah, untuk melacak perkembangan El Nino. Suhu yang sangat tinggi tampaknya mengkonfirmasi, prediksi awal peristiwa tahun ini bisa menjadi peristiwa besar.
Merujuk data BMKG, saat ini sebanyak 63 persen wilayah tanah air sudah masuk musim kemarau dan terdampak El Nino. BMKG mengungkap beberapa daerah yang akan terdampak cukup kuat adalah sebagian besar wilayah Sumatera seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, dan Lampung.
Kemudian, seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, diprediksi memiliki curah hujan paling rendah dan berpotensi mengalami musim kering yang ekstrem.
Namun begitu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, musim kemarau dan kekeringan di Indonesia imbas El Nino tidak akan parah-parah amat. BMKG memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023 yang dipicu fenomena El Nino.
“Dasarnya kan dari penghitungan suhu muka air laut, lalu dihitung dalam indeks atau anomali. Di Indonesia ini relatif paling lemah, kalau di negara lain levelnya bisa lebih tinggi,” kata Dwikorita beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kondisi pada saat puncak kemarau tahun ini akan seperti kekeringan pada 2019, meski tidak akan separah 2015 ketika diperburuk dengan luasnya area kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
“Memang kalau kita lihat di lapangan sungai-sungai sudah mulai mengering ya. Tetapi kalau dilihat secara global intensitas atau level El Nino di Indonesia ini relatif rendah. Kita diuntungkan karena masih punya laut,” jelas Dwikorita.
“Ini adalah fenomena global yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti India, Thailand, dan Vietnam. Karena kita levelnya paling rendah sehingga dampaknya tidak akan separah di negara lain,” pungkasnya.
Sumber : BMKG/CNN Indonesia
Editot : Aab Abdul Malik
(Raka Azi/Rd. Haraqi Siliwangi)