Oleh : Dzikri Nur/Pengamat Sosial Keagamaan
Muqaddimah: Wujud Manusia sebagai Tajalli Ilahi
Wartain.com || Ibnu ʿArabī membuka Futūḥāt dengan pernyataan:
“Tuhan tidak diketahui kecuali oleh Tuhan; maka dikenal lah Dia dalam dirimu, oleh-Nya.”
Imam ʿAlī berkata:
“Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.”
Manusia adalah tempat penampakan (maẓhar) Nama, Sifat, dan Cahaya Zat Allah. Maka tugasnya bukan sekadar menjadi baik, tetapi menjadi cermin jernih bagi Wujud-Nya.
1. Asmāʾ: Penanaman Nama-Nama Allah ke Dalam Jiwa
a. Futūḥāt: Asmāʾ sebagai Watak Kosmik
Ibnu ʿArabī menjelaskan bahwa seluruh alam adalah bentuk pengaktifan asma-asma Allah. Manusia sebagai “miniatur kosmos” (al-insān al-kāmil) wajib memanifestasikan asma secara sadar.
Praktik:
Tafakur satu nama tiap hari
Tulis di dada dengan tinta batin: “Yā Shabūr, ajari aku sabar-Mu”
Jadikan asma sebagai penggerak amal, bukan sekadar bacaan zikir
b. Imam ʿAlī:
“Zikir bukan pada lidah, tetapi pada batin yang hidup.”
2. Ṣifāt: Penyucian Diri hingga Berakhlak dengan Allah
Sifat-sifat Ilahi adalah jalan menuju keserupaan batiniah (takhalluq).
Ibnu ʿArabī:
“Engkau tidak akan mampu berakhlak dengan-Nya sebelum engkau binasa dari akhlak dirimu.”
Imam al-Junayd:
“Tasawuf adalah akhlak. Siapa yang mengunggulimu dalam akhlak, ia mengunggulimu dalam hakikat.”
Tazkiyah:
Melenyapkan ghadhab (amarah) untuk menampakkan ḥilm (kebijaksanaan)
Menghancurkan kibir (sombong) untuk melahirkan tawāḍuʿ (kerendahan hati)
3. Zāt: Tenggelam dalam Keheningan Wujud Allah
Futūḥāt:
“Zat adalah rahasia segala rahasia. Tiada yang mengenal-Nya kecuali yang fana dalam-Nya.”
Langkah-langkah:
Dzikir tanpa lafaz, hanya kehadiran
Hilangkan kesadaran “aku” dalam ibadah
Lepaskan Nama dan Sifat; masuk ke samudera tanpa tepi: hanya Allah
Imam ʿAlī:
“Aku tidak pernah melihat sesuatu kecuali aku melihat Allah sebelum, di dalam, dan setelahnya.”
4. Wudhu Batin: Bersuci Menjadi Tajalli Cahaya
Para Sufi Agung menyebut wudhu sebagai permulaan mikraj ruhani.
Mencuci wajah: mematikan pandangan syahwat, agar wajah batin menatap-Nya
Mencuci tangan: membersihkan ambisi, agar hanya kehendak Allah yang bekerja
Mengusap kepala: menjernihkan pikiran dari ilusi
Mencuci kaki: hanya berjalan di jalan-Nya
Syekh al-Akbar (Ibnu ʿArabī):
“Bersuci adalah naik dari bentuk ke makna, dari makna ke hakikat.”
5. Nama Batin: Menjadi Cermin Diri Ilahi
Ketika asma telah menyatu, sifat menyala, dan Zat menenggelamkan ego, lahirlah Ism Batin—nama Allah yang hidup dalam dirimu.
Contoh:
Yang dominan Rahmah → ʿAbd ar-Raḥmān sejati (bukan sekadar nama, tapi batin)
Yang dominan Ḥikmah → menjadi tempat munculnya hikmah Tuhan ke dunia
Imam ʿAlī:
“Engkau adalah kitab yang terbuka, yang di dalamnya tercermin segala rahasia Ilahi.”
6. Ruhaniyyah – Nuraniyyah – Rabbaniyyah: Tangga Kesempurnaan Jiwa
Ruhaniyyah:
Jiwa bersih dari debu dunia. Nafas jadi dzikir. Tidur jadi mikraj. Diam jadi tasbih.
Nuraniyyah:
Mata hatinya melihat hakikat. Dunia tak lagi menipu. Cahaya Ilahi menerangi seluruh aspek hidupnya.
Rabbaniyyah:
Menjadi wali Allah. Tidak berkata kecuali dengan ilham. Tidak bergerak kecuali karena kehendak-Nya.
“Seorang Rabbani bukanlah yang mengetahui segala sesuatu, tapi yang telah ditaklukkan oleh Cahaya-Nya.”
7. Suluk Praktis Harian (Adab Jalan Batin)
WaktuAmalPagiDzikir asma hari itu + tafakur makna + niat amal sifatnyaSiangAmal perbuatan nyata yang mencerminkan asma tersebutSoreMurāqabah + evaluasi amal batin dan lahirMalamWudhu batin + Shalat sunyi + Fana fi al-Dzāt (diam dalam kehadiran Allah)
Penutup: Kembali Menjadi Cermin Ilahi
Jika engkau menghidupkan nama-Nya dalam jiwamu, maka engkau bukan lagi sekadar manusia: engkau adalah tempat Dia menyatakan diri-Nya.
“Kalian adalah cermin bagi Tuhan di bumi. Jangan kau kotori wajah-Nya dengan kezalimanmu.” (***)
Foto : Ilustrasi
Editor : Aab Abdul Malik
(Dul)