26.7 C
Jakarta
Rabu, April 16, 2025

Latest Posts

Kajian Islam, Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal 

Oleh : Muhtar/Universitas Insan Cita Indonesia (UICI)

Wartain.com || Menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal dalam kalender Hijriah mirip dengan menentukan awal bulan lain, seperti Sya’ban dan lainnya.

Akan tetapi, penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal menjadi perhatian besar bagi umat Islam karena kedua bulan tersebut memiliki amaliah yang sangat istimewa bagi umat Islam.

Puasa wajib, yang dilakukan sekali setahun, dilakukan selama bulan Ramadan. Sementara itu, hari raya Idul Fitri, yang jatuh pada awal bulan Syawal, juga menjadi momen penting bagi umat Islam.

Dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal, ada dua metode yang umum dilakukan, yaitu hisab dan rukyatul hilal atau rukyah.

Metode hisab adalah metode yang dilakukan untuk menentukan awal puasa dengan menggunakan perhitungan matematis dan astronomis.

Sedangkan rukyah adalah metode penetapan awal Ramadhan dan Syawal berdasarkan pengamatan bulan. Dengan metode ini, hilal akan diamati saat matahari tenggelam dengan mata telanjang atau bantuan optik seperti teleskop.

1. Hisab

Dalam buku Pedoman Hisab Muhammadiyah disebutkan bahwa hisab berasal dari bahasa Arab yaitu al hisab yang mempunyai arti perhitungan atau pemeriksaan. Sedangkan dalam bidang fikih, hisab menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah.

Hisab digunakan dalam arti perhitungan waktu dan arah tempat guna kepentingan pelaksanaan ibadah, seperti penentuan waktu salat, waktu puasa, waktu idul fitri, waktu haji, dan waktu gerhana untuk melaksanakan salat gerhana.

Dasar dari penggunaan hisab untuk awal bulan Hijriah terdapat pada surat Ar Rahman ayat 5, yaitu:

“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”.

Surat Yunus ayat 5:

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-temat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun perhitungan (waktu)”.

Hadis Bukhari dan Muslim:

“Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya ber-idul fitrilah. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah”.

“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari”.

Metode hisab ini digunakan oleh Muhammadiyah untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah. Hisab yang digunakan adalah hisab hakiki wujudul hilal dengan kriteria tiga hal, yaitu:

1. Telah terpenuhinya ijtimak (konjungsi)
2. Ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam
3. Pada saat terbenamnya matahari, bulan berada di atas ufuk.

Apabila tiga kriteria itu terpenuhi, maka hari tersebut dianggap telah sah masuk dalam awal bulan Hijriyah.

2. Rukyatul Hilal

Penggunaan rukyatul hilal sebagai metode penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah di nusantara sudah diyakini sejak Islam awal masuk ke nusantara.

Pada saat itu pelaksanaan rukyatul hilal hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat bantu apapun.

Setelah kebudayaan manusia makin maju, maka dengan sponanitas pelaksanaan rukyatul hilal pun secara berangsur-angsur menggunakan sarana dan prasarana yang menunjang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Melansir dari nu.or.id, rukyatul hilal merupakan pengamatan atau observasi terhadap hilal.

Hilal merupakan lengkungan bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati.

Cara pengamatannya terbagi menjadi tiga, mulai mengandalkan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop) hingga yang termutakhir alat optik (umumnya teleskop) terhubung sensor/kamera.

Dari ketiga cara tersebut maka keterlihatan hilal pun terbagi menjadi tiga pula, mulai dari kasatmata telanjang (bil fi’li), kasatmata teleskop, dan kasat–citra.

Organisasi keagamaan yang menggunakan metode ini adalah Nahdlatul Ulama (NU). Meski menggunakan rukyatul hilal, tidak serta merta NU meninggalkan hisab atau ilmu falak.

NU memosisikan metode hisab sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rukyatul hilal. Rukyatul hilal tidak akan bisa diselenggarakan tanpa hisab yang baik.

Untuk itu, NU memiliki sistem hisab jama’i, yang memperhitungkan segenap metode hisab yang berkembang di tubuh NU.***

Foto : viva.co.id

Editor : Aab Abdul Malik

(Redaksi)

Latest Posts

spot_imgspot_img

Don't Miss

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.