26.7 C
Jakarta
Minggu, Maret 16, 2025

Latest Posts

Upacara Adat Ngertakeun Bumi Lamba Gunung Tangkuban Parahu Kembali Digelar, 25/6/2023

Wartain.com, Bandung || Upacara Ngertakeun Bumi Lamba, di Gunung Tangkuban Parahu, kembali digelar di Taman Wisata Gunung Tangkuban Parahu. Tema yang diangkat pada upacara adat tatar Sunda kali ini adalah, “Jampe Buhun Laku Kamanusaan”, dilaksanakan Minggu 25 Juni 2023. Tahun ini, linggih ki lurah Semar, berupa wayang kulit setinggi 6 meter.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut, warga adat Baduy (kanekes), Jawa banyumasan, mataraman, Bali (mengirim 30 anggota Pinandita Sanggrahan Nusantara, menghubungkan “Upacara Panarisudha Bhumi Bali” di renon Bali 18/6/23 dengan “Upacara Ngertakeun Bumi Lamba” ini) , Dayak kalimantan, Dayak Sagandu (indramayu), Nias, minahasa, Karo, Batak, kebudayaan lainnya yang tersebar di Nusantara, juga keagamaan Islam, Kristen, Hindu, Budha & Konghucu. Dari Manca Negara, Thailand, Pakistan, Kanada, Amerika.

Ketua Panitia, Rakean Radite, menyampaikan, kegiatan yang dihelat itu, terbuka juga untuk umum, baik masyarakat biasa maupun para wisatawan, diperbolehkan untuk bergabung atau hanya sekedar melihat saja.

“Upacara terbuka untuk umum, bila ingin turut serta, berpakaian adat & hadir pada waktunya, tertib, khidmad, mengikuti alur upacara sesuai yang dipandu oleh Jaro Pangjejer” Ungkapnya.

Rangkaian acara sendiri dimulai dengan, berkumpulnya para peserta upacara adat di depan sesajen, untuk .enyangikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan “ngaremokeun” (Angklung Baduy) sambil membagikan sirih pinang oleh para “tilu jaro” dan “dalapan mangku anom”, juga diwarnai tarian perlindungan dari kawasaran (minahasa), kemudian rajah bubuka dari jaro wastu (pemimpin upacara) , lalu doa bubuka dari setiap perwakilan suku/adat, persembahyangan diakhiri rajah pamunah dan lantunan mantra bersama beragam cara, seluruhkegiatan bersahutan diiringi lagu lagu sakral “Gending Pakuan Pajajaran” (Merupakan Gamelan dalam pakem Kerajaan Pajajaran). Selesai semuanya lungsur sesajen, patarema asih (bersalam salaman dalam lingkaran besar) dan terakhir “Ngalungan Sajen” Ke Kawah Ratu

Upacara adat Ngertakeun Bumi Lamba, merupakan salah satu pesan dari para leluhur, yang menitipkan tiga gunung, yang harus diperlakukan sebagai tempat suci, yaitu Gunung Gede, Gunung Wayang dan Gunung Tangkuban Parahu.

Upacara mensucikan gunung melambangkan, bagaimana gunung menjadi sumber kesejahteraan semua makhluk disekitarnya, mempertemukan mereka yang menjalankan nilai spritual leluhur, melalui harmoni yang menembus sekat pembeda, agar bersama-sama Ngertakeun Bumi Lamba.

Upacara ini adalah bentuk aplikasi pesan moral, yang terkandung didalam naskah Sunda kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Hal ini tercantum dalam naskah Sunda kuno, tahun 1440 Saka (1518 M), diperkirakan ditulis pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, raja Pakuan Pajajaran, yang memerintah pada tahun 1482-1521 M.

Isi dari naskah tersebut secara umum, gambaran tentang pesan moral, untuk kehidupan bermasyarakat, termasuk berbagai ilmu yang harus dikuasai sebagai bekal kehidupan sehari-hari, dimana penuturannya berpijak pada kehidupan didunia dalam negara.

Aturan yang terdapat dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian, terdiri atas tiga bagian utama yaitu; bagian pertama adalah pembuka, yang menjekaskan 10 aturan (dasa kreta & dasa perbekti), bagian kedua adalah perilaku hulun, (karma ning hulun) terhadap raja dalam negara, bagian ketiga adalah, pelengkap perbuatan (pangimbuh ning twah).

Upacara selalu digelar saat posisi matahari beredar diutara menuju selatan, dan selalu di hari minggu, atau Radite (Ra= Matahari, Dite = Hari) atau Sun-Day. Karena berdasarkan siklus gerak bumi-matahari.

Memberikan sambutan dalam pembukaan, salah seorang jejer pangaping dalam penyelenggaraan upacara ini, yaitu Mayjen Ridho Hermawan (Tenaga Ahli Pengajar Bidang Kewaspadaan Nasional di Lemhannas), beliau mengingatkan kepada semua peserta dan khalayak, bahwa aktifitas kebudayaan ini harus dijaga dan dipertahankan bersama.

“Kekuatan bangsa ini ada karena budayanya, budi dayanya, dan tentu sangat penting dipertahankan….” demikian dalam sambutannya itu.

Juga hadir dalam kegiatan ini  Irjen. Pol. Prof. Dr. Chrysnanda Dwilaksana, M. Si. (Kasespim Lemdiklat Polri), beserta Jajaran dan Siswa, sebagai peserta upacara, yang turut menjaga dan mendukung upacara ini.

Diakhir penjelasannya, Ketua Panitia, Rakean Radite, memberikan pesan yang cukup bermakna, mengenai budaya dan alam semesta, yang sebenarnya saling terkoneksi antara satu dengan yang lainnya

“Jika benteng terakhir suatu bangsa adalah budaya dan bahasa, maka ketika kita melakukan kegiatan kebudayaan, adat atau tradisi terlebih dengan bahasanya sendiri, berarti kita sedang melakukan tugas pertahanan bangsa, juga menjadi pengaruh besar untuk alam semesta”, pungkasnya.

(Tim)

Latest Posts

spot_imgspot_img

Don't Miss

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.