Foto by : Dok. You Tube Kemendikbudristek/ tangkapan layar
Wartain.com, Jakarta – Menteri Pendidikan,. Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan untuk transformasi di bidang pendidikan. Salah satunya, kini mahasiswa S1 tidak lagi wajib menyusun skripsi sebagai syarat kelulusan.
Aturan mahasiswa tidak wajib skripsi ini tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023: tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
“Pendidikan tinggi memiliki peran penting sebagai pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan, persiapan SDM unggul, dan sebagai tulang punggung inovasi,” katanya di Jakarta, Selasa, 29/08/2023.
Mengutip dari situs resmi Kemendikbudristek RI, peraturan baru ini telah ditetapkan sejak 16 Agustus 2023, dan menjadi perundangan pada 18 Agustus 2023. Status peraturan Menteri tersebut kini sudah mulai berlaku.
Mengutip dari Antara, dari Peraturan Mendikbudristek ini, terdapat dua aspek dalam kebijakan ini yang akan mampu mentransformasi pendidikan tinggi. Pertama adalah memerdekakan standar nasional pendidikan tinggi, lalu kedua yaitu sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial.
Standar nasional pendidikan tinggi yang lebih memerdekakan yaitu, standar nasional kini berfungsi sebagai pengaturan framework dan tidak lagi bersifat perspekriptif dan detail, seperti di antaranya terkait pengaturan tugas akhir mahasiswa. Adapun sebelumnya, standar nasional pendidikan tinggi bersifat kaku dan rinci. Oleh karena itu perguruan tinggi kurang leluasa merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.
Nadiem mencontohkan, syarat kelulusan yang tidak relevan dengan zaman dan alokasi waktu yang diatur sampai per menit per minggu dalam satu Satuan Kredit Semester (SKS). Transformasi juga dicontohkan terkait standar nasional pendidikan tinggi, yang lebih memerdekakan dijabarkan adalah terkait standar penelitian dan standar pengabdian.
Beberapa perubahan adalah penyederhanaan lingkup standar penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dari delapan menjadi tiga standar, penyederhanaan pada standar kompetensi lulusan, serta penyederhanaan pada standar proses pembelajaran dan penilaian.
Selanjutnya, beberapa pokok perubahan sistem akreditasi pendidikan tinggi adalah, status akreditasi yang disederhanakan, biaya akreditasi wajib sekarang ditanggung pemerintah, dan proses akreditasi dapat dilakukan pada tingkat unit pengelola program studi.
“Perubahan tidak dapat dilakukan tanpa kolaborasi seluruh pihak. Kemendikbudristek bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan, untuk mewujudkan transformasi pendidikan tinggi,” kata Nadiem.
Sebelumnya, skripsi merupakan istilah yang tentunya tidak asing lagi bagi mahasiswa, terutama yang telah memasuki tingkat akhir. Skripsi sebagai syarat kelulusan yang wajib diselesaikan oleh setiap mahasiswa pada sebuah Perguruan Tinggi.
Seperti contohnya, Fakultas Teknik Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan, Jawa Timur mulai memberlakukan kelulusan mahasiswa dari kampus itu, tanpa harus membuat dan mengikuti ujian hasil penelitian tugas akhir dalam bentuk skripsi.
“Fakultas Teknik UIM Pamekasan telah menerapkan model konversi dalam menyelesaikan tugas akhir, yakni dari skripsi ke artikel ilmiah,” kata Dekan Fakultas Teknik UIM Pamekasan Hozairi di Pamekasan, 26/05/2023.
Ia memaparkan, kebijakan itu diberlakukan sejak 2022. Hasil penelitian tugas akhir yang dilakukan mahasiswa di fakultas itu dalam bentuk artikel, yang siap dipublikasikan dalam sebuah jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internal bereputasi.
Kebijakan tersebut, sambung dia, tidak menghilangkan hal mendasar metode dan praktik penelitian dari tugas akhir yang perlu dilakukan mahasiswa, seperti observasi, mengoleksi data, melakukan wawancara, serta berbagai kegiatan lain untuk melengkapi laporan hasil penelitian.
“Semua tugas dan kewajiban yang berkaitan dengan penelitian harus dilakukan. Namun, hasil penelitian yang harus disajikan bukan dalam bentuk tulisan tebal lagi sebagaimana kebiasaan sebelumnya, akan dalam format artikel standar publikasi jurnal hingga bereputasi internasional,” katanya.
Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur ini, menjelaskan model konversi laporan tugas akhir penelitian mahasiswa dari skripsi ke artikel ilmiah diberlakukan karena beberapa alasan. Salah satu alasannya, katanya, karena tuntutan publikasi semakin tinggi dan publikasi artikel dalam jurnal merupakan indikator penting kinerja utama perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, ujarnya, perlu ditempuh berbagai cara untuk meningkatkan jumlah dan mutu publikasi tersebut. Lewat program itu, menurutnya, laporan riset yang dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah agar dapat dibaca masyarakat dan bisa menambah capaian indikator kinerja utama (IKU) masing-masing program studi.
“Tujuan lainnya untuk meningkatkan jumlah publikasi di Universitas Islam Madura, meningkatkan derajat hasil riset mahasiswa dari unpublish menjadi publish, dan masyarakat pembaca bisa mendapatkan sajian hasil riset lebih banyak,” kata dia.
Melalui program ini, pihaknya juga ingin mengondisikan mahasiswa lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan riset dan melaporkan.***
Sumber : liputan6.com
Editor : Aab Abdul Malik
(Tim)