26.7 C
Jakarta
Minggu, April 20, 2025

Latest Posts

Menyatukan Kembali Puzzle Hikmah yang Tercecer Berserakan

Oleh : Ikin Abdurrahman/Direktur Majelis Dzikir Dan Sholawat RI 1 Prabowo Subianto.

Wartain.com || Banyak orang berbicara soal hikmah, dan setiap ada masalah seseorang sering bertutur : “ambillah hikmahnya…!!”.

Kemudian tidak sedikit pula yang memandang bahwa hikmah itu terkait erat dengan hal-hal gaib, mistik atau supranatural dan praktik-praktik dari ilmu spiritual, sehingga pelakunya biasa disebut ahli hikmah.

Lalu apa dan bagaimana makna sesungguhnya dari Hikmah itu ?

Dalam salah satu Ayat Al-Qur’an, Surat Shad ayat 20 Allah SWT berfirman :

وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ

“Dan Kami berikan kepadanya hikmah (kebijaksanaan) dan keputusan yang tepat”. (Q.S. Shad [38] : 20).

Ayat ini turun terkait dengan Nabi Daud AS. Ia dianugerahi Tuhan “pengetahuan kenabian” dan keadilan dalam memutuskan perkara.

Tafsir al-Jalalain menafsirkan kata “al-Hikmah” sebagai “al-Nubuwwah wa Kamal al-‘Ilmi, wa Itqan al-‘Amal wa al-Ishabah fi al-Umur” (kenabian dan kesempurnaan pengetahuan, disiplin dalam bekerja, dan aplikatif dalam segala urusan).

Kemudian, Ibn Qayyim al-Jauziyah, memaknai al-hikmah sebagai al-Ilmu al-Nafi’ wa al-‘Amal al-shalih, yakni ilmu pengetahuan yang berdampak manfa’at dan perbuatan yang baik (Amal Shalih).
Di tempat lain, Ibnu Katsir dan At-Thabari menyampaikan pandangan beragam mengenai tafsir atas kata Hikmah ini.

Ia kemudian menyimpulkan bahwa semua pendapat para ulama atas kata ini, meski dengan uraian yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya sama, bahwa kata al-Hikmah adalah al-Ishabah fi al-Umur, “Aplikatif dalam segala urusan”.

Ini sudah tentu diperoleh dari pemahaman (al-fahm), pengetahuan (al-ilm) dan pengalaman (al-ma’rifah) disertai dengan rasa taqwa kepada Allah. (At-Thabari, Jami’u al-Bayan fi Ta’wili Al-Qur’an).

Apa yang dikatakan baik oleh tafsir Jalalain, ibnul Qayyim, At-Thabari, maupun Ibn Katsir diatas, walau diungkapkan dalam rumusan yang beda, pada dasarnya mengandung pengertian yang sama, yaitu :
“Hikmah adalah suatu kebijaksanaan yang lahir karena seseorang bertindak sesuai dengan ilmunya, dengan cara yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Tindakan yang tepat, bijak, sesuai dengan ilmu, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, dan perbuatan-perbuatan baik itu dilakukan penuh kesadaran sebagai wujud dari ketaatan akan perintah Allah SWT (taqwa)”.

Di sini, kita harus membedakan antara dua hal : “ilmu” dan “hikmah”.
Ilmu adalah sejenis informasi (khabar) atau pengetahun yang bersifat “nazhari”, teoritis, yang berhasil kita transfer ke dalam pikiran atau otak. Ilmu adalah suatu entitas atau keberadaan yang sifatnya “virtual”; dia hanya ada dalam pikiran belum mengalami transformasi menjadi tindakan.

Sementara hikmah lain lagi : ia adalah ilmu yang sudah berubah menjadi tindakan aplikatif, berdampak produk, menjadi akhlak yang menyatu dengan tubuh kita, sehingga ada dampak (karya) yang nyata. Hikmah adalah adalah suatu pengetahuan yang sudah menyatu dalam tubuh kita.

Contoh aplikasi Hikmah :

1. Aplikasi Hikmah pada Perbuatan,
Pengetahuan tentang bagaimana tata cara Shalat yang tertuang dalam kiab-kitab fiqih mengenai “kaifiyyat shalat” adalah ilmu. Tetapi Amaliyyah Shalat yang sudah menyatu menjadi bagian dari tubuh seorang muslim, adalah “Hikmah”.

Teknik bermain tinju yang tertulis dalam buku-buku adalah ilmu. Tetapi teknik bertinju yang sudah menyatu dalam tubuh seorang Muhammad Ali atau Mike Tyson adalah hikmah

2. Aplikasi Hikmah pada benda-benda,
Begitu pula ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang terdapat pada alam semesta (Ilmu Pengetahuan Alam) jika belum terwujud nyata sebagai sebuah produk yang aplikatif maka hanya ilmu/teori.

Contoh ilmu pengobatan mengatakan bahwa Paracetamol (acetaminophen) berkhasiat sebagai pereda nyeri dan peredam demam.

Ini adalah ilmu dan hanya pengetahuan yang masih bersiafat teoritis, tapi ketika kita mengaplikasikan pengetahuan itu dengan memproduksi obat yang mengandung paracetamol, maka produk itu adalah Hikmah.

Pengetahuan tentang kandungan madu yang berkhasiat untuk peremajaan dan perawatan kulit wajah yang tertulis dalam buku-buku Herbal adalah ilmu/teori, tapi ketika kita mengaplikasikan pengetahuan itu dengan memproduksi masker untuk perawatan wajah -umpamanya- yang bahannya mengandung madu, maka produk tersebut adalah hikmah.

Pengetahuan tentang keunggulan dan manfaat Besi yang tertulis dalam buku adalah ilmu, tapi ketika ilmu itu diaplikasikan sehingga berwujud menjadi produk motor, mobil, atau pesawat terbang karya BJ Habibie adalah Hikmah.

3. Aplikasi Hikmah pada wilayah Spiritual, Demikian juga dengan Pengetahuan alam bathin, seperti dijelaskan dalam kitab Manba’ Ushulil Hikmah oleh imam Ali Al-Buni, kitab Ar-Rahmah fi at-tibbi wal hikmah oleh As-Suyuthi, bahwa setiap Ayat Al-Quran, Asma, kalimah Dzikir dan huruf-huruf itu terdapat khodam-ruhani-Malaikat dengan Energi Ruhaniyyah yang telah Allah SWT tetapkan padanya.

Umpamanya dalam kitab hikmah tertulis “barang siapa -rutin dawam selama setahun- membaca surat al-waqiah setiap ba’da shubuh kemudian setelahnya membaca “yaa Kariim yaa waduud” 1000x maka dia akan kaya”, ini adalah ilmu/teori.

Namun jika kita melakukan proses ijazah dari wirid itu kepada seorang guru spiritual dan kemudian mengamalkannya -yaitu selama setahun tidak bolong dawam baca surat al-waqi’ah beserta wiridnya- maka itu menjadi hikmah.

Begitu juga dengan pengetahuan bahwa basmalah memiliki khasiat pengasihan jika dibaca sebanyak 786 kali, ini hanya ilmu saja. Namum jika kita mengambil ijazah dari seorang guru spiritual, kemudian membacanya dengan penuh ta’zhim dan disiplin sesuai yang diijazahkan guru, ketika itulah menjadi hikmah.

Kemudian perlu diperhatikan juga, bahwa hikmah itu memiliki karakteristik yang khas, yaitu terdapatnya dampak positif dari perbuatan atau benda-benda tersebut, dengan kata lain Hikmah akan memunculkan anugerah kebaikan yang banyak.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

يُؤۡتِي ٱلۡحِكۡمَةَ مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا كَثِيرٗاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

Dia (Allah SWT) memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi anugerah kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.
(Surat Al-Baqarah, Ayat 269).

Disini dapat kita simpulkan bahwa Hikmah adalah ilmu yang sudah menjadi laku yang produktif, sehingga darinya terpancar banyak kebaikan.

Umpamanya Shalat, yang kemudian berdampak menjadi benteng sebagai pencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Produk obat parasetamol yang jika diminum dengan dosis yang tepat akan berkhasiat menghilangkan nyeri dan sakit kepala.

menjadi disukai banyak orang setelah istiqamah dawam wirid Basmallah 786x dst.

Jika kita lihat dari contoh-contoh aplikasi hikmah di atas, ada Hikmah yang masuk kategori zhahir seperti pesawat terbang BJ Habibie dan produk obat paracetamol, juga ada hikmah yang bathin seperti menjadi kaya dengan konsisten tiap hari baca surat Waqiah dan wirid nya.

Ada hikmah buah dari olah fikir seperti produk masker berbahan madu, dan ada hikmah hasil olah dzikir seperti disukai banyak orang setelah rajin wirid basmallah.

Setelah sekian lama pemahaman hikmah ini tercecer akibat egoisme sekulerisme barat -ide pemisahan agama dari kehidupan- hikmah hanya difahami sebagai hal-hal ruhiyah, gaib, mistik dan metafisik saja, sementara yang berkaitan dengan Praktik/aplikasi dari ilmu pengetahuan Alam seperti sains, teknologi, ataupun praktek ilmu kedokteran/ pengobatan, Praktik ilmu Sosial seperti ilmu politik, ilmu ekonomi dsb, seolah bukan aplikasi hikmah. Karena dalam pandangan mereka (barat) dalam urusan-urusan publik (non ritual) ini harus steril dari pengaruh agama dan harus minus peran Tuhan.

Padahal Hikmah itu sendiri terkait erat dengan membangun Ketaqwaan, yaitu adanya kesadaran manusia/hamba akan hubungannya dengan Allah SWT ketika dia melakukan perintah-perintah-Nya, dan adanya kesadaran konektifitas manusia dengan Tuhan itu tidak terbatas hanya pada perbuatan-perbuatan ruhiyyah/ spiritual saja, tapi harus senantiasa ada pula pada semua bentuk aktifitas manusia baik zhahir maupun bathin termasuk pada sains dan teknologi.

Mari kita lihat dengan jujur, Bukankah praktik kedokteran Ibnu Sina itu aplikasi hikmah, kemudian obat-obatan herbal yang terdapat dalam kitab arrahmah fi al-tibi wal hikmah as-Suyuthi juga aplikasi hikmah. begitu juga dalam kitab Ad-Dairobi Al-kabir dan lain-lain.

Artinya tidak ada dikotomi praktik hikmah, baik zhahir maupun bathin, Fisik maupun metafisik.

Dari uraian singkat diatas dapat dilihat bahwa Hikmah itu bersifat transformatif, dari ilmu atau yang asalnya teori kemudian tampak nyata menjelma menjadi suatu perbuatan, atau suatu produk yang berdampak manfaat bagi manusia.
Hikmah akan mengubah seseorang dari “logam biasa” menjadi “logam mulia”, dari manusia biasa menjadi “insan kamil” (manusia sempurna).

Ini tidak terjadi pada ilmu yang berhenti menjadi pengetahuan teoritis belaka. Hikmah adalah ilmu yang mengalami transformasi menjadi amal soleh (aplikatif), dan dari sanalah segala kebaikan terpancar dan berbuah banyak kemanfaatan.

Kini sudah saatnya kita kembalikan kembali integrasi pada Keduanya, menyatukan kembali aplikasi hikmah baik zhahir maupun bathin nya, fisik dengan metafisiknya, fikir dengan dzikir nya, dengan metode Ulul Albab inilah maka akan tercapai puncak Hikmah (puncak Sains dan Teknologi).

Tentu semua ini bisa terwujud jika kita berjalan dibawah naungan dan bimbingan Al-Qur’an, dengan senantiasa berpegang teguh pada teladan Rasulullah SAW, para sahabat, dan para ulama Waratsatul Anbiya setelahnya.

Maka Maha Benar Firman Allah :

يس، والقران الحكيم

Yaa Siin, Demi Al-Qur’an yang penuh Hikmah (Q.S Yaasin 1-2)

Wallahu A’lam Bish-Shawaab Walhamdu Lillaahi Rabbil ‘Alamiin A’lam.***

Foto : Ilustrasi

Editor : Aab Abdul Malik

(Dul)

Latest Posts

spot_imgspot_img

Don't Miss

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.