Wartain.com || Pemerintah mantap akan menghapus sistem kelas di BPJS Kesehatan tahun depan usai Presiden Jokowi merevisi aturan tentang Jaminan Kesehatan di Indonesia dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Gantinya, seluruh rumah sakit wajib menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) paling lambat 30 Juni 2025.
Dengan penerapan ini, iurannya tidak lagi sama seperti BPJS Kesehatan kelas 1, 2, dan 3. Tapi akan disesuaikan bagi peserta dari golongan kaya atau miskin.
Berdasarkan pasal 103B ayat (7) yang ditambahkan dalam Perpres 59/2024, disebutkan hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi dasar penetapan manfaat, tarif, dan iuran.
“Penetapan manfaat, tarif, dan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025,” demikian isi Pasal 103B ayat (8) dikutip Sabtu 11/5/2024
Dalam perpres ini disebutkan RS yang telah menerapkan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar dalam jangka waktu sebelum tanggal 30 Juni 2025, pembayaran tarif oleh BPJS Kesehatan dilakukan sesuai tarif kelas rawat inap rumah sakit yang menjadi hak Peserta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan keberlangsungan program Jaminan Kesehatan.
Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar, Menteri Kesehatan melakukan pembinaan terhadap Fasilitas Kesehatan, berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron mengatakan, jangan sampai iuran pada program tersebut menyalahkan prinsip kesejahteraan sosial.
“Kalau iurannya sama, iurannya katakanlah Rp 70.000 untuk miskin dan kaya Rp 70.000. Itu menyalahkan prinsip kesejahteraan sosial,” ujarnya saat rapat kerja bersama komisi IX DPR RI, Rabu 27/3/2024.
Menurutnya, hal tersebut akan mempersulit masyarakat berpendapatan rendah. Karena jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan ini menggunakan konsep gotong royong.
“Kalau gotong-royong orang kaya bayar Rp 70.000 itu ringan, orang miskin Rp 42.000 saja disampaikan yang nunggak bayar,” katanya.
Foto: Antara Foto (ilustrasi)
Editor: Raka A. Firmansyah
(Red)