Wartain.Com, Jakarta || Di balik panasnya konflik lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, terdapat nama Tomy Winata. PT Makmur Elok Graha, pemegang hak eksklusif untuk mengelola serta mengembangkan Rempang Eco City, adalah anak perusahaan Grup Artha Graha, yang dimilikinya.
Perseroan tersebut mendapatkan sertifikat hak guna bangunan seluas 16.583 hektare selama 80 tahun dari Otoritas Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Sejatinya, rencana pengembangan Pulau Rempang sudah ditandatangani melalui perjanjian yang berlaku sejak Agustus 2004. Kala itu rencana proyek tersebut bernama Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE). Namun, rencana itu sempat mandek karena dugaan korupsi.
Laporan Tempo menyebutkan dalam perjanjian pada 26 Agustus 2004, PT MEG akan membangun berbagai macam sarana di Pulau Rempang, Pulau Setokok, dan Pulau Galang.
Sebut saja sarana perdagangan, jasa, hotel, perkantoran, serta kawasan permukiman, gelanggang permainan, panji pijat, klub malam, diskotek, dan tempat karaoke.
Rencananya, Pemerintah Kota Batam dan PT MEG bakal menerapkan sistem bagi hasil. Namun, rencana itu tak segera terlaksana. Bahkan proyek tersebut sempat tersandung kasus dugaan korupsi pada 2007. Belasan tahun kemudian, PT MEG kembali menghidupkan proyek mati suri ini dengan tajuk Batam-Rempang Eco City.
Pada 26 Mei 2023, Tomy Winata tampak mendampingi Chief Executive Officer Xinyi Group, Gerry Tung, saat bertemu dengan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan
Pertemuan di Fuzhou, China, itu juga dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono, serta Direktur Utama PT MEG, Nuraini Setiawati.
Selang dua bulan kemudian atau pada 28 Juli 2023, PT MEG menandatangani perjanjian dengan Xinyi Group di Chengdu, persis di hadapan Presiden Joko Widodo.
Disebutkan komitmen investasi produsen kaca asal China tersebut mencapai Rp 172 triliun. Imbas kehadiran proyek ini permukiman warga di sana bakal digusur. Akan tetapi masyarakat dari 16 kampung adat di Pulau Rempang berkeras pada sikap menolak relokasi, meski pemerintah memberi tenggat waktu pengosongan kawasan sampai 28 September 2023.
Direktur Walhi Nasional, Zenzi Suhadi, menilai proyek-proyek yang dimiliki Tomy Winata kerap bermasalah karena tak didahului dengan kajian dan dipaksakan.
Salah satu contohnya adalah reklamasi Teluk Benoa. Proyek tersebut batal dilaksanakan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional – yang merupakan anak perusahaan dari kelompok bisnis Tomy Winata.
Pasalnya izin lokasi reklamasi yang dipegang perusahaan dianggap telah kadaluarsa. Selain itu, analisis dampak lingkungan (Amdal) proyek reklamasi Teluk Benoa dinilai tidak layak karena aspek sosio kultural yaitu adanya penolakan dari masyarakat.
Proyek-proyek Tomy Winata ini, dia yang menentukan tempatnya, proyeknya, dan negara mengambil keputusan politik dengan menyetujui dalam bentuk pemberian izin,” jelas Zenzi kepada BBC News Indonesia.
Persoalannya di dalam konstitusi dan regulasi yang mengatur tata ruang, lingkungan dan hak rakyat, seharusnya tidak boleh keputusan politik mendahului kajian. Jangankan rakyat, anak kecil saja nggak mau kalau barangnya dirampas atau kehidupannya diinjak.
Presiden Joko Widodo sudah mencontohkan pendekatan yang berpihak pada kepentingan masyarakat dengan pendekatan musyawarah dialogis dan komunikatif yang memanusiakan manusia dari hati ke hati,
Kekerasan oleh aparat di Pulau Rempang, Batam, menuai kecaman.
Represi berlebih hanya demi investasi. saya sangat menolak tegas pendekatan dengan kekerasan dan menyakiti hati rakyat bahwa dalam situasi non dialog mudah sekali terjadi konflik.
Barikade Kepri 98 yang dikomandanin Rahmad Kurniawan selaku ketua DPW kepri dan biasa akrab di panggil Ody menginisiasi warga Rempang, bersama Keramat, untuk berdialog dengan Kabaintelkam Mabes Polri, Komjen Drs Suntana. Beliau telah mendengarkan secara langsung keluhan dan aspirasi warga Rempang dan Galang.
Dalam dialog itu dinyatakan bahwa aspirasi warga akan segera diteruskan ke pimpinan, dalam hal ini ke Kapolri dan selanjutnya kepada Presiden dan dialog itu sangat penting untuk memutus mata rantai kesimpang siuran isu-isu yang berkembang di publik.
Dia mengatakan kasus ini sangat sarat dan ditunggangi kepentingan dengan cara mengadu domba antara warga dengan aparat, sehingga tercipta kondisi yang tidak kondusif yang dapat mengganggu iklim investasi. Jadi yang dapat menyelesaikan masalah di Rempang adalah warga rempang sendiri dialog tersebut dilakukan pada Jumat 15/09/2023, di Jembatan 4 Tanjung Kertang, Kota Batam, kini mulai menemui titik penyelesaian.
Barikade 98 Kepri akan terus mengawal kasus rempang galang hingga mencapai keadilan untuk masyarakat rempang galang.
Bapak Presiden Jokowi juga mengatakan dalam Rapat Kabinet bahwa jika izin konsesi dan didalamnya ada masyarakat maka pastikan masyarakat terlindungi dan diberikan kepastian hukum, jika perusahaan pemilik konsesi tidak memperhatikannya, maka cabut izinnya siapapun itu pemiliknya.
Investasi untuk menyukseskan program strategis nasional Yes tapi Relokasi dengaan mengusir warga secara represif No. (Editor : Rd.Haraqi Siliwangi)***
Ruscain, Ketua Inklusi Keuangan dan Perbankan, Aktivis 98, Pengurus DPN.BARIKADE 98