26.7 C
Jakarta
Selasa, Mei 20, 2025

Latest Posts

Salam Damai Indonesia Maju, Majelis Dzikir Merah Putih Menyapa Seluruh Rakyat Indonesia 

Oleh : Ikin Abdurrahman/Direktur Majelis Dzikir Yayasan Majelis Dzikir Merah Putih

Bagian Pertama 

Wartain.com || Maksud dan tujuan utama Majelis Dzikir Merah Putih merupakan derivasi serta berdasar atas Visi Misi Umat Islam dalam memandang semesta alam dan kehidupan, yaitu Pandangan Dunia Tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Kasih Sayang dengan segala rahmat-Nya.

Yakni, menjadi sebuah konsekuensi logis dan keniscayaan bagi Umat Islam Bangsa Indonesia yang senantiasa berdzikir dan berdo’a memestikan dirinya menyebar salam (keselamatan-kedamaian) dan membumikan rahmat (kasih-sayang) berdasar tradisi profetik (pesan moral dan etika sosial kenabian) Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagaimana tercantum dalam totalitas ungkapan (lengkap) “Salam” (tegur sapa) Islam, yaitu : “Assalaamu’alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuhu Wamaghfiratuhu Waridhwaanuhu”. Yang artinya, “Salam-Kedamaian atas kalian semua, Rahmat-Kasih-Sayang ALLAH, Barakah-bertambahnya kebaikan, dan Ridha-kerelaan-Nya”.

Maka jika dielaborasi secara maknawi, diurai detail yang menjadi maksud dan tujuan serta cita-cita kejuangan Majelis Dzikir Merah Putih adalah kemanusiaan yang adil dan beradab dalam bingkai kemajuan Persatuan Indonesia.

Yaitu, sebuah bangsa yang meraih dan atau mewujudkan etika sosial yang merupakan pesan moral kenabian, yakni berakhlak dengan akhlak ALLAH, dan berprilaku sesuai sunnah Rasul-Nya yakni menyebarkan Salam, Rahmat, Barakah, Maghfirah, dan Ridha ALLAH SWT, dan seperti itulah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Maka, terwujudlah Indonesia terang, Indonesia emas, dan Indonesia maju dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebuah Negara yang dalam Kitabullah al-Qur’an dinyatakan sebagai “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafuur”. Yaitu yang dalam konteks “Wawasan kebangsaan dan keindonesiaan” sebagai Indonesia Maju yang ALLAH pun restu ! Indonesia Terang, Indonesia Emas dan lain sebagainya sebagai ungkapan-ungkapan positif sebagai senandung do’a penuh harapan dari rakyat dan pemerintah yang berdzikir kepada ALLAH SWT.

Dalam sebuah riwayat hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda :
تخلقوا بأخلاق الله Artinya : “Berakhlaklah kalian dengan akhlak ALLAH”.
(Lihat : Ihya’ Ulum al-Din, 306/4, al-Maqsad al-Asna, 45, Tuhfah al-Ahwazi, 29/6, ‘Aun al-Ma’abud, 36/1).

Dalam bahasa lain bisa diartikan, “contohlah dan teladanilah sifat-sifat ALLAH” yang tentunya sesuai dan yang selaras dengan konteks kemakhlukan manusia. Di dalam al-Qur’an, setidaknya ALLAH SWT memperkenalkan Sembilan puluh Sembilan (99) akhlak atau sifat-Nya, yang disebut dengan istilah al-Asma’ al-Husna. Nama, sifat, atau akhlak yang diperkenalkan ALLAH SWT, di dalam al-Qur’an tersebut tentu bukan hanya untuk tujuan dibaca, dihafal atau didendangkan (baca : hanya dijadikan kalimat dzikir). Akan tetapi, lebih jauh dari itu bagaimana semua sifat dan akhlak yang telah diperkenalkan ALLAH kepada manusia, dicontoh dan diteladani dalam kapasitasnya sebagai makhluk.

Salah satu ayat yang membicarakan tentang akhlak dan sifat ALLAH SWT, adalah surat al-Hasyar [59] : 23
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ Artinya : “Dia-lah ALLAH Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci ALLAH dari apa yang mereka persekutukan.”

Dalam ayat di atas, ALLAH SWT memperkenalkan delapan (8) akhlak atau sifat-Nya yang mesti dicontoh dan diteladani oleh makhluk-Nya.
*Sifat pertama* yang diperkenalkan ALLAH SWT, bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai al-Malik yang secara harfiyah berarti Raja atau Pemilik. Setidaknya ada dua hal yang menjadi ciri al-Malik atau Raja.

Pertama, bahwa raja adalah yang memberikan perintah atau larangan, menetapkan sesuatu atau mencabut sesuatu. Kedua, raja adalah tempat mengadu bagi semua orang. Begitulah ALLAH SWT sebagi Raja. Bahwa Diri-Nya adalah Dzat Yang memerintah, melarang, menetapkan sesuatu serta mencabut sesuatu dari Makhluk-Nya. ALLAH memiliki kekuasaan yang mutlak. Begitu juga ALLAH SWT adalah tempat bermuaranya semua pengaduan Makhluk. Dan semua yang datang mengadu kepada-Nya secara pasti akan diberikan jalan keluar (problem solving) dari masalahnya.

Begitulah yang mesti kita contoh dari sifat ALLAH, bahwa setiap kita juga harus menjadi al-Malik atau raja. Raja bagi dunia, bagi bangsa, bagi masyarakat, bagi keluarga atau setidaknya menjadi raja bagi diri kita sendiri. Menjadi raja dalam diri kita berarti kita-lah yang memerintah, melarang, menetapkan atau mencabut sesuatu dari diri kita. Diri kita tidak diperintah oleh hawa nafsu, keinginan-keinginan yang rendah, iblis ataupun syetan.

Begitu juga, bahwa kita juga harus menjadikan diri kita tempat meminta dan mengadu bagi orang lain, disebabkan apa yang kita miliki, seperti harta, ilmu, keahlian dan sebagainya. Tidak salah memang kalau manusia meminta kepada orang lain. Akan tetapi, yang terbaik adalah menjadi tempat meminta seperti yang dikatakan Rasulullah SAW : Bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah, begitulah sifat raja atau al-malik.

Kedua, ALLAH SWT menyebut diri-Nya sebagai raja yang al-Quddus. al-Quddus secara harfiyah berati suci. ALLAH sebagai Raja adalah raja yang suci, jauh dari aib, cacat, hal-hal yang kotor, kekejian dan sebagainya. Betapa banyak manusia, yang jikalau menjadi raja adalah raja yang kotor dan keji, seperti disebutkan dalam surat An-Naml [27] : 34
قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ Artinya : “Dia berkata : “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka merusak dan membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.

Secara kebahasaan, setidaknya ada tiga (3) hal yang menjadikan sesuatu itu quddus (suci). Pertama, kebenaran, kedua, keindahan, dan ketiga kebaikan. ALLAH sebagai Raja, jika memerintahkan sesuatu kepada makhluk-Nya pastilah perintah ALLAH itu selalu benar, indah dan kebaikan bagi makhluk tersebut.

Jika Allah menetapkan dan memutuskan sesuatu untuk hamba-Nya, pastilah ketetapan dan keputusan ALLAH itu benar, indah dan berguna atau mengandung kebaikan. Begitulah quddus-Nya ALLAH.
Inilah sifat yang juga mesti kita ikuti sebagai makhluk, bahwa apapun yang akan kita katakan ataupun yang akan dilakukan mestilah memiliki sifat quddus, bahwa sesuatu itu harus benar, indah dan mengandung kebaikan. Oleh karena itu, jika kita hendak mengatakan sesuatu (baca : termasuk menshare sesuatu di medsos) fikirkanlah apakah sudah benar yang dikatakan itu, atau apakah sudah indah cara kita menyampaikannya, atau seberapa besar manfaat dan kebaikan dari apa dikatakan itu.

Begitu juga, jika kita hendak memperbuat sesuatu, maka fikirkanlah apakah perbutan itu sudah benar, sudah indah dan berguna baik bagi diri kita maupun bagi orang lain. Alangkah indahnya kehidupan manusia, jika semua orang selalu mencontoh sifat quddusnya ALLAH dalam setiap perkataan maupun perbuatan mereka. Tidak akan ada pertentangan, permusuhan, percekcokan, perkelahian apalagi pembunuhan jika manusia mencontoh sifat Quddus yang diperkenalkan ALLAH kepada Makhluk-Nya.

Ketiga, ALLAH SWT memperkenalkan dirinya sebagai as-Salam yang secara harfiyah berati selamat, damai, jauh dari cacat, aib dan kekurangan. Begitulah ALLAH, bahwa apapun yang didatangkan ALLAH kepada Makhluk-Nya pastilah berupa keselamatan dan kedamaian. Andaikata itu berupa musibah, tetap saja itu merupakan kebaikan dan keselamatan. Sesuatu dipandang musibah hanyalah dikarenakan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia dalam memahami ALLAH Yang Maha Besar. Sebab, betapa banyaknya hal-hal yang datang kepada manusia menjadikan manusia menangis dan meratap di kala itu, namun setelah waktu berlalu barulah dia menyadari bahwa yang dulu ditangisi adalah kebaikan yang sekarang justru membuat dia menjadi tertawa.

Begitu juga ALLAH adalah Dzat yang jauh dari aib, cacat dan kekurangan. Dalam diri Tuhan tidak ada sifat kikir, marah, dendam, malas dan sebagainya. Sebab, itu semua adalah aib dan kekurangan. Dalam surat ar-Rahman [55] : 29, ALLAH SWT berfirman :
يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ Artinya : “Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.

Begitulah Allah sebagai Dzat yang selalu punya kesibukan dan tidak pernah mengenal waktu kosong dan luang. Sebagai salah satu bentuk sifat as-Salam, jauh dari aib dan cacat serta kekurangan. Kita mencontoh as-Salam Tuhan, bahwa kita berupaya sekuat tenaga membuang segala sifat-sifat negatif dalam diri kita, seperti sifat kikir, marah, dendam, pemalas dan sebagainya.

Keempat, ALLAH SWT, memperkenalkan sifat-Nya sebagai al-Mu’min yang berarti pemberi rasa aman. ALLAH bukan hanya selamat diri-Nya dari segala aib dan kekuarangan, tetapi lebih jauh ALLAH adalah pemberi rasa aman bagai semua makhluk-Nya. Begitulah yang ditegaskan-Nya dalam surat al-Quraisy [106] : 4 :
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَءَامَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ Artinya : “DIA Dzat Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

Begitulah sifat ALLAH yang semestinya kita contoh, bagaimana kita menjadi makhluk yang mampu memberikan rasa aman kepada siapapun. Seorang yang mu’min tidak hanya sekedar amanah dan bisa dipercaya, tetapi lebih jauh mampu menjamin keamanan kepada siapapun yang meminta rasa aman. Seorang pegawai yang mu’min adalah pegawai yang tidak hanya bisa jujur dalam bekerja ketika diawasi, tetapi dia juga bisa bekerja dengan penuh kejujuran sekalipun tanpa pengawasan. Sebab, dia selalu yakin kalau ALLAH selalu menyertainya dalam setiap apapun yang dilakukan.

Kelima, ALLAH SWT memperkenalkan sifat-Nya sebagai al-Muhaimin yang berarti Pengawas dan Pemelihara. ALLAH bukan hanya pemberi keselamatan dan rasa aman, tetapi ALLAH juga mengawasi dan memelihara makhluk-Nya. Oleh karena itulah, di alam ini dikenal istilah sunnatullah dan inayatullah. Jika terjadi kecelakaan pesawat terbang, maka sunnatullahnya semua penumpang mati. Akan tetapi, jika ada penumpang yang selamat bahkan tidak terluka sedikitpun, maka ketika itu dia mendapat inayatullah atau pertolongan ALLAH melalui pengawasan dan pemeliharaannya. Bukankah ALLAH mengatakan, Bahwa tidak ada satupun jiwa kecuali telah disediakan untuknya malaikat yang akan menjaga dan memeliharanya. Lihat surat at-Thariq [86] : 4 :
إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ Artinya : “tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.

Begitulah sifat ALLAH yang mesti kita contoh, kita tidak hanya mampu memberikan rasa aman, tetapi juga bisa mengawasi dan menjaga apa yang diamanahkan kepada kita. Jika seseorang tidak membuang sampah di sembarang tempat atau dia bersedia memungut sampah di tempat umum, maka dia berhak disebut mu’min. Akan tetapi, jika ada orang lain yang membuang sampah di tempat umum di hadapan matanya dan dia membiarkan saja, maka ketika itu dia tidaklah bisa disebut muhaimin. Sebab dia tidak bisa menjadi pengawas atau pemelihara agar sampah tidak bertebaran di tempat umum. Begitulah bentuk muhaimin yang semestinya kita contoh dari ALLAH.

Keenam, ALLAH SWT memperkenalkan sifat-Nya sebagai al-‘Aziz yang Maha Perkasa dalam artian bahwa ALLAH adalah Dzat yang tidak pernah bisa dikalahkan. ALLAH SWT, tidak akan pernah dikalahkan oleh siapun dan sampai kapanpun. Begitulah sifat yang juga semestinya kita miliki dalam menjalani kehidupan di dunia ini yang sudah ditakdirkan sebagai kehidupan yang penuh kompetisi dan persaingan. Bagaimana kita dalam persaingan hidup berupaya untuk tidak pernah dikalahkan oleh siapaun, sekalipun dalam setiap persaingan pasti ada yang kalah dan yang menang. Namun, sebagai makhluk yang mencontoh al-‘Aziz nya ALLAH, berupayalah menjadi makhluk yang tidak pernah dikalahkan oleh siapapun dan kapanpun.

Ketujuh, ALLAH SWT memperkenalkan sifat-Nya sebagai al-Jabbar yang berarti Maha Berkuasa. Al-Jabbar secara harfiyah berarti Yang Kuat dan Memaksa, sehingga kata ini kemudian diartikan sebagai Dzat yang mampu mengalahkan siapapun. ALLAH bukan hanya tidak terkalahkan, namun juga mampu mengalahkan siapapun. Begitulah sifat yang semestinya kita ikuti sebagai makhluk, bahwa kita bukan hanya makhluk yang tidak terkalahkan, namun mampu mengalahkan siapun yang menjadi pesaing kita. Seseorang yang memiliki sifat al-Jabbar dalam kapasitasnya sebagi makhluk, tidak akan pernah kembali membawa kekalahan. Dia harus pulang dengan membawa kemenangan yang gemilang.

Setelah menyebutkan *tujuh sifat* yang penuh kemuliaan, ALLAH menutup sifat-Nya dalam ayat di atas dengan menyebut diri-Nya dengan *sifat kedelapan* sebagai al-Mutakabbir yaitu Dzat yang Maha Besar dan Agung. Hal itu berarti, jika semua hal yang disebutkan telah dimiliki seseorang; mampu menjadi raja, suci, selamat, memberi rasa aman, menjaga dan mengawasi, tidak pernah terkalahkan, mampu mengalahkan siapapun, pastilah seseorang akan menjadi orang besar (al-Mutakabbir) dan pastilah semua orang akan mengagumi dan menghormatinya. Begitulah kenapa ayat ini diakhiri dengan ungkapan ta’ajjub (kagum) kepada ALLAH dengan ungkapan Subhanallah/ Maha Suci ALLAH.

Demikianlah narasi ringkas berakhlak dengan akhlak ALLAH sebagai prolog bagi catatan kita tentang maksud dan tujuan, visi misi yang hendak diraih.
Narasi (sapaan) Majelis Dzikir Merah Putih dalam mengutarakan maksud dan tujuannya tentang Visi tersebut adalah *Lima (5) Misi aplikatif* sebagai berikut :
*1. SALAM, Keselamatan dan Kedamaian*
Menyebarkan keselamatan dan kedamaian dalam ranah kehidupan individual, keluarga, masyarakat tatanan ekosospolbud, lingkup berbangsa dan bernegara, pola interaksi antar bangsa lintas negara, serta kehidupan semesta raya berdasar keyakinan eskatologis Islam terhadap adanya hari akhir.

Jika diibaratkan secara metafor, untuk meraih maksud dan tujuan (Visi) tersebut maka Misi pertama Majelis Dzikir Merah Putih yaitu menyebar SALAM sebagai Misi dzatiyah, sedang Misi keduanya yaitu menabur RAHMAT sebagai Misi sifatiyah (mensifati) dzat keselamatan, yakni kasih-sayang. Karena rahmat (kasih saying) terpancar dari ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, DIA-lah Ar-Rahman Ar-Rahim.

SALAM, keselamatan dan kedamaian Islami ini lahir dari Umat Islam Bangsa Indonesia yang berkarakter khas, yakni sekumpulan individu-individu Muslim yang berkepribadian “syakhshiyyah thayyibah”, pribadi yang baik, yaitu pribadi muslim yang mulazamah (senantiasa kontinyu) dengan dzikrullah (menyebut dan mengingat ALLAH) dengan Kalimah Thayyibah. Yaitu kalimat yang baik, atau kalimat dzikir yang sebagaimana kita ketahui jika diucapkan dalam tradisi dzikir lisan maka ia terdiri dari sembilan (9) kalimat yang baik, yaitu tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, istighfar, shalawat, tilawah al-Qur’an, dan do’a.

SALAM dan rahmat, yakni keselamatan yang mendamaikan dunia dan akhirat. Dan, kasih sayang yang sempurna baik zhahir maupun bathin tanpa bisa dipisahkan. Karena bagaikan kesatu paduan dzat dan sifat. Adalah basmalah, ilustrasi indah tentang kesatu paduan dzat dan sifat yang tak terpisahkan yaitu ungkapan ayat pertama dalam surat al-Fatihah, “Bismi Allaahi Arrahmaani Arrahiimi”, Dengan (menyebut dan mengingat) Nama ALLAH, Nama Dzat-Nya, Yang bersifat Rahmat, yaitu Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Kasih Sayang). Ringkasnya “dengan menyebut nama (Dzat) ALLAH yang bersifat (RAHMAT).

Makna As-Salam adalah “ALLAH Yang Maha Memberi Keselamatan” atau “ALLAH Yang Maha Pemberi Kesejahteraan”. As-Salam adalah salah satu dari Sembilan puluh Sembilan (99) nama-nama indah ALLAH (Asmaul Husna) yang memiliki arti bahwa ALLAH adalah Sumber keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk-Nya. As-Salam menunjukkan bahwa ALLAH memberikan keselamatan dari segala macam bahaya, baik di dunia maupun di akhirat. As-Salam juga mencakup arti bahwa ALLAH memberikan kesejahteraan lahiriah dan batiniah, yaitu kesejahteraan dalam hidup dan kebahagiaan dalam hati. Allah adalah sumber segala keselamatan dan kesejahteraan. Tidak ada keselamatan dan kesejahteraan yang datang kecuali dari ALLAH.

Kita sebagai hamba ALLAH dianjurkan untuk meneladani sifat As-Salam dengan memberikan keselamatan dan kesejahteraan bagi sesama, serta menjauhi segala perbuatan yang dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Keselamatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Kita harus selalu berusaha untuk meraih keselamatan dan kesejahteraan, serta memohon perlindungan ALLAH agar selalu diberi keselamatan. Surga disebut Daar As-Salaam, yaitu “rumah, negeri, negara keselamatan”, karena di dalamnya orang-orang yang beriman akan terhindar dari segala macam kesulitan dan siksa.

Secara sederhana, As-Salam adalah nama yang mengingatkan kita pada kekuatan ALLAH dalam memberikan keselamatan dan kesejahteraan, serta mendorong kita untuk meneladani sifat-Nya dengan memberikan kedamaian dan keselamatan bagi sesama.

Demikianlah Misi Utama dan Pertama Kita yaitu dengan dzikrullah (menyebut dan mengingat ALLAH) dan berdo’a kepada-Nya serta berhimpun (berjama’ah) dalam Yayasan Majelis Dzikir Merah Putih ini hendak mengamalkan sebahagian riwayat shahih tentang menyebarkan “salam” yang disandarkan kepada Rasulillah SAW yang bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ ، اِنْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ ، وَقِيْلَ : قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَجِئْتُ فِي النَّاسِ لِأَنْظُرَ إِلَيْهِ ، فَلَمَّا اسْتَبَنْتُ وَجْهَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهٍ كَذَّابٍ ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، أَفْشُوْا السَّلَامَ ، وَأَطْعِمُوْا الطَّعَامَ ، وَصِلُوْا الْأَرْحَامَ ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ، تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ .

Dari ‘Abdullah bin Salâm, ia berkata : “Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan : Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, lalu aku mendatanginya ditengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan sejahtera.” (HR. at-Tirmidzi, ad-Dârimi, Ibnu Mâjah, al-Hâkim, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, ad-Dhiyâ’, Abd bin Humaid dan lain-lain)

Sebarkanlah Salam

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ( أَفْشُوْا السَّلَامَ) “Sebarkanlah salam.”
Sebarkanlah salam di antara kalian ! Jika engkau melewati saudaramu, ucapkanlah salam kepadanya ! Dan jika dia yang memulai salam kepadamu, maka jawablah salamnya, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya…” [an-Nisâ’/4 : 86]

Menyebarkan salam itu akan menumbuhkan rasa cinta diantara manusia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا ، وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا ، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Muslim).

Karena menyebarkan salam itu menimbulkan rasa cinta, maka sebaliknya meninggalkan salam akan menyebabkan kesedihan. Ini sesuatu yang lumrah pada diri manusia. Jika ada orang yang lewat dan mengucapkan salam kepadamu maka engkau akan merasa senang dan cinta. Namun, jika yang lewat itu tanpa mengucapkan salam, maka engkau akan merasa ragu terhadapnya. Fakta ini menunjukkan bahwa salam memiliki urgensi yang tinggi. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Islam yang bagaimanakah yang paling baik ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ.

Engkau memberi makan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak kenal.” (HR. al-Bukhâri dan Muslim).

Salam juga merupakan hak seorang muslim atas muslim lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Menyebarkan salam maksudnya selalu mengucapkannya setiap kali bertemu atau berjumpa meskipun sudah mengucapkan salam saat perjumpaan sebelumnya. Seorang Muslim yang tidak mau mengucapkan salam setiap kali bertemu dianggap bakhil. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ فِيْ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ.

Selemah-lemah manusia adalah orang yang lemah (malas) berdo’a kepada ALLAH, dan sebakhil-bakhil manusia adalah orang yang bakhil mengucapkan salam. (HR. at-Thabarani).

Zaman sekarang ini ummat Islam sudah mulai jarang mengucapkan salam. Sebagian mereka beranggapan bahwa tadi sudah berjumpa dan sudah mengucapkan salam, maka apabila berjumpa lagi dalam waktu 20 menit atau 30 menit tidak perlu lagi mengucapkan salam. Padahal, teladan (contoh) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak demikian. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat apabila berjumpa, mereka saling mengucapkan salam, meskipun sudah mengucapkannya pada pertemuan sebelumnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا لَقِيَ أَحَدُكَمْ أَخَاهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ ، فَإِنْ حَالَتْ بَيْنَهُمَا شَجَرَةٌ أَوْ جِدَارٌ أَوْ حَجَرٌ ثُمَّ لَقِيَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ أَيْضًا

Apabila salah seorang dari kalian berjumpa dengan saudaranya sesama Muslim, hendaklah ia mengucapkan salam kepadanya ! Kemudian apabila keduanya terhalang pohon atau tembok atau batu lantas berjumpa lagi, maka hendaklah ia mengucapkan salam lagi. (HR. Abu Dâwud).

Hadits ini dengan sangat gamblang menganjurkan salam kendati pun ia sudah mengucapkannya pada pertemuan sebelumnya. Hadits ini tidak membatasi hanya sekali salam, justru hadits ini menganjurkan agar setiap Muslim mengucapkan salam berkali-kali, karena ini merupakan kebaikan. Itulah yang dimaksud dengan ifsyâ-us salâm (menyebarkan salam).

Praktek menyebarkan salam seperti ini juga telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu mengatakan :

كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتُفَرِّقُ بَيْنَنَا الشَّجَرَةُ فَإِذَا الْتَقَيْنَا سَلَّمَ بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ

Kami (para shahabat) apabila berjalan bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kami terhalang oleh pohon lantas kami bertemu lagi, maka sebagian dari kami mengucapkan salam kepada sebagian lainnya. (HR. at-Thabarani).

Hadits lain yang menjadi penguat hadits di atas adalah hadits yang sudah mayhur tentang seorang shahabat yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki masjid kemudian masuklah seorang laki-laki lantas mengerjakan shalat. Seusai shalat, ia mengucapkan salam kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau pun menjawab salamnya, lalu bersabda, ‘Ulangi shalatmu ! Karena sesungguhnya engkau belum shalat.’ Kemudian ia pun mengulangi shalatnya seperti sebelumnya. Seusai shalat, ia pun kembali mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam kepada beliau… (hal ini dilakukannya hingga tiga kali).” (HR. al-Bukhâri dan Muslim).

Apabila umat Islam ini memahami dan menyadari betapa pentingnya ifsyâ-us salâm (menyebarkan salam), insya ALLAH akan terwujud rasa saling menyayangi dan mencintai sesama kaum Muslimin.

Salam merupakan cara untuk memulihkan hubungan yang tidak baik sesama Muslim. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ. يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا ، وَخَيْرُهُمَا الَّذِيْ لَيَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ

Tidak halal seorang Muslim tidak bertegur sapa dengan saudaranya selama tiga malam, keduanya bertemu lalu yang ini berpaling dan yang itu pun berpaling. Akan tetapi orang yang terbaik dari keduanya adalah yang terlebih dahulu mengucapkan salam. (HR. al-Bukhâri, Muslim, Ahmad, Abu Dâwud, dan at-Tirmidzi).

Di atas sudah diterangkan bahwa mengucapkan salam yang diperintahkan tidak hanya terbatas satu kali, akan tetapi berkali-kali setiap kali bertemu.

Ucapan salam adalah kalimat yang disenangi oleh ALLAH Azza wa Jalla , Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Apabila kalimat salam diucapkan oleh kaum Muslimin setiap saat, setiap waktu, setiap hari, maka insya ALLAH ummat Islam ini akan selamat dari penyakit-penyakit hati dan ummat Islam akan mempunyai ‘izzah (harga diri) di hadapan ummat-ummat yang lain. Oleh karena itu, kita harus berupaya menyebarkan salam dan menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini agar kita selamat dan mempunyai ‘izzah dalam interaksi sosial di hadapan tata pergaulan dunia.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَفْشُوْا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

Sebarkanlah salam, niscaya kalian akan selamat (HR. al-Bukhâri dan Ahmad).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

أَفْشُوْا السَّلاَمَ كَيْ تَعْلُوْا

Sebarkanlah salam agar kalian menjadi tinggi (mempunyai ‘izzah). (HR. ath-Thabarani).

*Berikanlah makan.*
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , (وَأَطْعِمُوْا الطَّعَامَ) “Berikanlah makan.”
Yaitu berikanlah makan kepada orang-orang yang membutuhkan, kepada tamu dan tetangga. Ini merupakan akhlak mulia yang bisa menghantarkan pelakunya masuk surga. Orang yang memberikan makan kepada orang lain akan memiliki keistimewaan dan kedudukan di masyarakat. Orang yang memberikan maka akan mendapat rizki yang berlimpah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya ‘Azza wa Jalla disebutkan :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ …

Sedekah tidak mengurangi harta…(HR. Muslim).

أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ

Berinfaqlah ! Niscaya Aku akan berinfaq kepadamu.” (HR. al-Bukhâri dan Muslim).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhma,

اِنْفَحِيْ ، أَوِ انْضَحِيْ ، أَوْ أَنْفِقِيْ ، وَلاَ تُحْصِيْ فَيُحْصِيَ اللهُ عَلَيْكِ ، وَلَا تُوْعِيْ فَيُوْعِيَ اللهُ عَلَيْكِ.

Infakkan, atau sedekahkan, atau nafkahkanlah, dan janganlah kamu menghitung-hitungnya sehingga ALLAH akan menghitung-hitung pemberian-Nya kepadamu. Dan Janganlah kamu menakar-nakarnya sehingga ALLAH menakar-nakar pemberian-Nya kepadamu. (HR. al-Bukhâri dan Muslim).

Orang yang memberi makan atau berinfak pasti akan diganti oleh ALLAH ‘Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ

…Dan apa saja yang kamu infakkan, ALLAH akan menggantinya dan DIA-lah pemberi rizki yang terbaik. [Saba’/34 : 39]

Adapun jika engkau menahan rizki yang ALLAH ‘Azza wa Jalla berikan kepadamu, maka ALLAH ‘Azza wa Jalla juga akan menahan rizki-Nya kepadamu. Memberi makan memiliki keistimewaan yang agung, khususnya orang-orang yang memberi makan kepada para tamu dan orang yang membutuhkan. Mereka memiliki keutamaan yang besar, terlebih lagi orang yang tinggal di tempat umum (lalu mereka suka memberi makan). Namun yang perlu diingat, memberi makan dan berinfak serta ibadah-ibadah lainnya wajib dilakukan dengan ikhlas karena ALLAH . ALLAH ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾ إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan ALLAH, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. [al-Insân/76 : 8-9]

*Sambunglah Silaturrahmi.*
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (وَصِلُوْا الْأَرْحَامَ) “Sambunglah tali silaturrahim.”
al-Arhâm adalah jamak dari rahim. Maksudnya kerabat yang memiliki hubungan kekeluargaan dari ibu atau bapak, seperti paman, bibi, kakek, nenek, sepupu, dan lainnya. Mereka adalah al-arhâm. ALLAH ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ

…Bertakwalah kepada ALLAH yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan… [an-Nisâ’/4 : 1]

Maksudnya bertakwalah kepada ALLAH ‘Azza wa Jalla dan bertakwalah dalam urusan kekeluargaan agar engkau tidak memutusnya. ALLAH ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ

Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat… [al-Isrâ’/17 : 26]

ALLAH ‘Azza wa Jalla juga berfirman :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ

“Dan beribadahlah kepada ALLAH dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat…” [an-Nisâ’/4 : 36]

Banyak ayat yang memerintahkan untuk menyambung tali silaturrahim dan ancaman bagi yang memutus tali silaturrahim. ALLAH ‘Azza wa Jalla berfirman :

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ﴿٢٢﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ

“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk ALLAH; lalu dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.” [Muhammad/47 : 22-23]

ALLAH ‘Azza wa Jalla juga berfirman :

وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

“…Dan memutuskan apa yang diperintahkan ALLAH agar disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” [ar-Ra’d/13 : 25]

Silaturrahim itu memiliki keistimewaan yang agung, merupakan sebab masuk surga. Dan memutus silaturrahim menyebabkan laknat dan terjauhkan dari rahmat ALLAH‘Azza wa Jalla .

*Shalatlah diwaktu malam.*
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ) “Shalatlah di waktu malam, di saat manusia sedang tidur.”

Ini mencakup shalat-shalat wajib, seperti shalat ‘Isya dan shalat Shubuh, juga mencakup shalat malam (seperti tahajjud, hajat, witir), karena malam adalah waktunya orang-orang tidur. Jika seseorang bangun dan shalat maka ini menunjukkan keimanannya karena dia lebih memilih shalat dari pada tidur dan istirahat. ALLAH Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya…” [as-Sajdah/32 : 16]

Seorang Muslim yang beriman kepada ALLAH dan hari Akhir, dia berusaha untuk mengerjakan shalat wajib yang lima waktu berjamaah di Masjid. Dia juga berusaha untuk bangun di tengah malam untuk melakukan shalat Tahajjud di saat manusia sedang tidur. Di tengah malam dan di akhir malam dia gunakan untuk bermunajat (berdzikir dan berdo’a) kepada ALLAH ‘Azza wa Jalla , shalat malam, berdo’a dan minta ampun kepada ALLAH ‘Azza wa Jalla atas semua dosa-dosanya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melakukan Tahajjud sampai kakinya bengkak, ketika beliau ditanya bukankah engkau sudah diampuni dosa-dosamu yang lalu dan akan datang. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidaklah pantas aku menjadi hamba-hamba ALLAH‘Azza wa Jalla yang bersyukur ?” Shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih, menghapuskan dosa-dosa dan merupakan kemuliaan bagi seorang Muslim. Mudah-mudahan ALLAH ‘Azza wa Jalla memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat merutinkan shalat malam meskipun sedikit.

Barangsiapa mengerjakan keempat amalan ini, yakni menyebarkan salam, memberi makan, menyambung tali silaturrahim, dan shalat malam ketika manusia tertidur, akan masuk surga dengan sejahtera, sebagaimana ALLAH ‘Azza wa Jalla berfirman :

ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ

Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman. [al-Hijr/15 : 46]

ALLAH ‘Azza wa Jalla juga berfirman :

ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ

Masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai, itulah hari yang abadi. [Qâf/50 : 34]

Itu adalah balasan mereka, pahala atau ganjaran yang sesuai dengan jenis amalan yang dikerjakan. Masuk surga merupakan cita-cita tujuan terbesar seorang Mu’min. Masuk surga itu mudah bagi siapa yang ALLAH mudahkan. Semua yang ada dalam surga berupa kebaikan, kenikmatan, kelezatan dan kebahagiaan tidak ada yang mengetahuinya kecuali ALLAH ‘Azza wa Jalla . Amal-amal untuk masuk surga semuanya mudah dan tidak sulit. Ada seseorang berkata kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan kepadaku amalan yang bisa memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau telah bertanya sesuatu yang besar, tapi itu mudah bagi siapa yang ALLAH mudahkan, yaitu beribadahlah kepada ALLAH dan jangan menyekutukannya dengan suatu apa pun…” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah).

Ini adalah hadits yang agung, karena keempatnya termasuk akhlak yang mulia. Menyebarkan salam, memberi makan, dan menyambung tali silaturrahim manfaatnya untuk orang lain, sedangkan shalat malam di saat yang lain tertidur manfaatnya untuk orang yang melakukan amalan tersebut.

Pelajaran yang dapat kita petik (fawaid) dari hadits-hadits tersebut di atas sebagai berikut :

1) Rasulullah SAW bersabda “Berakhlaklah dengan akhlak ALLAH,” yang berarti kita disuruh untuk meniru dan memiliki akhlak yang sama dengan akhlak ALLAH SWT dalam konteks kapasitas kemampuan kita sebagai makhluk-Nya. Akhlak ALLAH meliputi sifat-sifat baik (dalam Al-Asmaul Husna) seperti kasih sayang, keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebijaksanaan, dan lain-lain, yang dicontohkan dalam perbuatan dan perkataan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Kita bisa mengetahui akhlak ALLAH dengan melihat bagaimana ALLAH memperlakukan hamba-Nya, bagaimana DIA membalas kebaikan, dan bagaimana Dia memaafkan kesalahan. Ini berarti kita harus meniru sifat-sifat baik (Al-Asmaul Husna) ALLAH dalam kehidupan sehari-hari, seperti bersikap kasih sayang, memberi keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, adil, penyayang, dan memaafkan. Dengan berakhlak seperti ALLAH, kita diharapkan dapat menjadi hamba yang baik, yang dicintai ALLAH, dan mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat. Akhlak yang baik sangat penting, karena ia merupakan penampakan dan manifestasi daripada ilmu dan amal-ibadah, karena akhlak yang baik akan membawa kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Akhlak yang baik merupakan integrasi dzikrullah (menyebut dan mengingat ALLAH) dan tafakkur terhadap makhluk-Nya yang berbuah Alhamdu Lillaah, rasa syukur kepada-Nya.

2) Sangat dianjurkan menyebarkan salam kepada seluruh kaum Muslimin, yang dikenal maupun yang tidak. Salam merupakan syi’ar agama Islam dan merupakan salah satu keindahan syari’at Islam. Orang yang lebih dahulu mengucapkan salam adalah orang yang dicintai ALLAH ‘Azza wa Jalla. Mengucapkan salam hukumnya sunnah yang sangat ditekankan, sedangkan hukumnya menjawab salam wajib.

3) Anjuran memberi makan kepada orang miskin, orang yang susah, dan orang yang membutuhkan. Orang yang memberi makan mendapat ganjaran yang besar. Orang yang berinfaq dan memberi makan maka tidak berkurang hartanya.

4) Wajib menyambung silaturrahim dan haram memutuskannya. Silaturrahim melapangkan rezeki dan memanjangkan umur.

5) Sangat ditekankan (sunnah muakkadah) bangun tengah malam untuk shalat Tahajjud saat orang sedang tidur. Shalat malam (Tahajjud) kebiasaan orang-orang shalih. Shalat malam memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan seorang Muslim. Shalat malam membuat seorang Muslim mulia.

6) Amal yang disebutkan dalam hadits di atas bila dikerjakan dengan ikhlas karena ALLAH SWT dan ittibâ’ kepada Rasulullah SAW akan memasukkan seorang Muslim ke dalam surga.

7) Seluruh amal-amal ketaatan dalam Islam adalah mudah bagi orang yang diberikan hidayah taufiq oleh ALLAH ‘Azza wa Jalla.

8) Secara sederhana, As-Salam adalah nama yang mengingatkan kita pada kekuatan ALLAH dalam memberikan keselamatan dan kesejahteraan, serta mendorong kita untuk meneladani sifat-Nya dengan memberikan kedamaian dan keselamatan bagi sesama.

9) Kita sebagai hamba ALLAH dianjurkan untuk meneladani sifat As-Salam dengan memberikan keselamatan dan kesejahteraan bagi sesama, serta menjauhi segala perbuatan yang dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Keselamatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Kita harus selalu berusaha untuk meraih keselamatan dan kesejahteraan, serta memohon perlindungan ALLAH agar selalu diberi keselamatan.***

Foto : Istimewa

Editor : Aab Abdul Malik

(Dul)

Latest Posts

spot_imgspot_img

Don't Miss

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.